Senin, 23 November 2009

PRILAKU KEKERASAN DAPAT MEMPENGARUHI PRILAKU ANAK

Siapapun percaya bahwa tindak kekerasan tidak baik disaksikan, terlebih bagi anak-anak. Tetapi anehnya, dalam tayangan-tayangan yang tampil di media terutama media visual, adegan kekerasan malah menjadi “bumbu” penambah daya tarik tontonan itu sendiri.

Hampir setiap kisah yang dipertontonkan mengandung unsur tindak kekerasan. Dalam berita, tayangan reality show, tak terkecuali juga film dan berbagai topik tayangan lainnya. Padahal, terutama anak-anak, menonton tindak kekerasan itu cukup besar dampak buruknya. Khusus untuk murid sekolah, menyaksikan tindak kekerasan dapat menimbulkan problema ketidakdisiplinan.

Anak-anak juga menjadi semakin sukar paham akan pelajaran berhitung dan membaca dibanding dengan teman-temannya yang lain. Walaupun memang, tidak setiap anak yang menyaksikan tindak kekerasan lalu berubah prilaku atau langsung berpengaruh buruk.

Yang sangat dikhawatirkan, kalau si anak telah menjadi bermasalah akibat pengaruh tindak kekerasan yang ia saksikan, dan berpengaruh buruk pula kepada teman-teman sekelasnya yang lain. Selain membuat merosot nilai mata pelajaran bagi anak-anak yang lain, juga memungkinan mereka semakin bandel. Jadi satu orang yang bermasalah pengaruh buruknya sangat besar terhadap yang lain.

Demikian hasil penelitian yang dilakukan Scott Carrell dari University of California-Davis dan Mark Hoekstra dari University of Pittsburgh diungkapkan di situs www.EducationNext.org. Lebih jauh hasil penelitian Carrell dan Hoekstra, masuknya satu orang siswa yang bermasalah pada satu kelas yang terdiri dari 20 siswa mengurangi nilai ujian membaca dan berhitung dua pertiga pada siswa lain.

Menyangkut prilaku, ternyata meningkatkan pula kelakukan buruk di kalangan siswa lain dalam satu kelas sampai sekitar 16 persen. Secara statistik, kalangan peneliti menemukan, murid bermasalah memiliki dampak buruk cukup besar terhadap mata pelajaran berhitung dan membaca.

KURANG MAMPU

Memang tingkat pencapaian dua mata pelajaran tersebut bagi murid juga dapat disebabkan pengaruh kekurangmampuan finansial orangtua murid. Namun pengaruh itu kecil bahkan lebih kecil dari pengaruh menyaksikan tindak kekerasan atau gara-gara adanya anak yang bandel di tengah-tengah para murid. Tetapi kemiskinan tidak ditemukan ada pengaruhnya terhadap kedisiplinan.

Kehadiran murid bermasalah justru pula meningkatkan ketidakdisiplinan murid dari keluarga kurang mampu dan murid berkecukupan. Lebih spesifik lagi Carrell dan Hoekstra melihat pengaruhnya dibedakan oleh jenis kelamin.

Hasil yang diperoleh dari penelitian itu bervariasi, baik terhadap hasil akademik maupuntingkah laku. Yang paling nyata dampaknya adalah murid laki-laki bermasalah terhadap murik laki-laki lain sekelas.
Hasil penelitian itu juga ditemukan pertambahan satu anak laki-laki bermasalah ke dalam satu kelas yang terdiri dari 20 murid meningkatkan kemungkinan melakukan pelanggaran kedisiplinan sekitar 17 persen dari penyimpangan standar setiap tahun.

Temuan-temuan ini memiliki implikasi penting bagi dunia pendidikan dan kebijakan sosial. Carrell dan Hoekstra bekerjasama dengan sebuah lembaga data siswa tingkat 3 hingga 5 dari 22 sekolah umum pada priode 1995-2003 yang jumlah kasarnya sebanyak 30.000 siswa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar