Senin, 28 Desember 2009

FENOMENA BUNUH DIRI

Depresi adalah penyebab tersering terjadinya kasus bunuh diri.

Sebut saja namanya Nona A. Wanita berusia 30 tahun ini dilarikan ke rumah sakit karena mencoba bunuh diri dengan meminum racun serangga dan belasan tablet obat penenang.

Apa yang mendorong Nona A mengakhiri hidup dengan cara seperti itu? Para kerabatnya menduga, wanita ayu ini bingung karena tunangannya memaksa dia untuk pindah agama.

Kisah tragis juga terjadi Jasih (30 tahun), ibu rumah tangga yang tinggal di Desa Putat, Sedong, Kabupaten Cirebon. Mahfud (32 tahun), suaminya, yang hanya bekerja sebagai kuli serabutan tak cukup kuat menopang kehidupan keluarga dengan dua anak ini. Beban ekonomi pun menghimpit mereka. Tak kuat dengan himpitan itu, Jasih yang tengah hamil menjadi putus asa. Pada 17 Desember 2004, Jasih nekat membakar diri dan kedua anaknya, Galang (7 tahun) dan Galuh (4,5 tahun).

Nona A dan Jasih hanya sedikit dari sekian banyak orang yang memilih mengakhiri hidup lewat bunuh diri. Di seluruh dunia, diperkirakan satu juta orang mati bunuh diri setiap tahunnya. Jika di rata-rata, maka setiap 40 menit terjadi satu kasus bunuh diri di dunia. Melihat angka ini, tak berlebihan jika dikatakan bahwa bunuh diri jauh lebih mematikan ketimbang perang, serangan teroris, atau kejahatan kriminal.

Setahun yang lalu. di bulan Mei,seorang ibu muda, Hemalini beru Tarigan (30), bersama dua anaknya yang masih balita, Susana br Sembiring (7) tahun dan Prasanta Sembiring (5), penduduk Dusun Taburen Desa Sukamakmur Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara (Sumut)35 km barat Medan nekat bunuh diri dengan cara minum racun Roundup. Diduga, sang ibu sengaja membunuh kedua anak dan dirinya sendiri karena himpitan ekonomi yang menekan keluarga petani miskin ini.

Kabid Penerangan Polda Sumut, AKBP Baharuddin Djafar, membenarkan kasus bunuh diri berlatar belakang kemiskinan itu. ''Motif persisnya tengah diselidiki polsek setempat, termasuk kemungkinan adanya pihak lain yang ikut berperan,'' katanya kepada Republika, Rabu (21/5/08). Namun, dia tidak membantah kalau dugaan bunuh diri dalam keluarga itu, disebabkan masalah ekonomi yang melilit keluarga petani miskin yang tinggal terpencil di perladangan tersebut.

Adalah Sejahtera Sembiring (32) sendiri, suami dan ayah dari para korban, yang mendapatkan Susana bersama kedua anaknya dalam keadaan sekarat di sebuah gubuk di tengah perladangan yang disewanya. Saat itu, sekitar pukul 16.30 WIB, Selasa (20/5/08), Sejahtera hendak beristirahat di gubuknya setelah hampir seharian membanting tulang bekerja di ladangnya. Tak seperti biasa, dia tidak menemukan sambutan istri atau teriakan manja anak-anaknya pada saat itu.

Bergegas dia masuk ke dalam gubuk. Dan, ia melihat kedua anaknya tergeletak di samping ibunya dalam keadaan tak bergerak. Dari mulut ketiganya keluar buih. Tapi, Sejahtera melihat ada pergerakan kecil pada tubuh salah satu anaknya, Prasanta. Secepatnya, dia menggendong Prasanta dan melarikannya ke luar gubuk, sambil kemudian memberi kabar kepada penduduk lainnya tentang kejadian yang dialaminya.

Bersama dengan penduduk, akhirnya ketiga korban dilarikan ke rumah sakit. Tapi, di tengah jalan, gerakan tubuh Prasanta menghilang. Sesampainya di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Adam Malik, ketiganya dipastikan meninggal dunia. Seperti dugaan Sejahtera, dokter memastikan ketiga korban tewas akibat minum racun daun merk Roundup. Barang bukti sisa susu dan kaleng racun yang ditemukan di sisi para korban ketika di gubuk, memperkuat dugaan itu.

Namun, bagaimana cara ketiga korban sampai meminum racun, masih dalam penyelidikan polisi. ''Dari bukti dan petunjuk di TKP (Tempat Kejadian Perkara), usaha bunuh diri diperankan oleh ibu korban,'' kata Kapolsekta Kutalimabru, AKP Mukhsin. Polisi menduga, racun sengaja dimasukkan ke dalam botol susu, sebelum kemudian diminumkan kepada Susana dan Prasanta. Setelah memastikan kedua anaknya meminum susu bercampur racun, Hemalini pun menenggak racun yang sama.

Sebagai suami, Sejahtera sendiri tidak tahu persis apa yang melatarbelakangi istrinya tega melakukan perbuatan itu. ''Kami tidak pernah bertengkar, kok,'' terangnya kepada polisi. Namun, dia mengakui, kondisi ekonomi keluarganya memang tengah menghadapi kesulitan, setelah tanaman ladangnya tidak berhasil akibat dimakan hama. Kondisi ini semakin memburuk ketika berbagai kebutuhan hidup merangkak naik, menyusul rencana kenaikan BBM.

Berkait dengan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang jatuh pada 10 Oktober lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis data terakhir mengenai fenomena bunuh diri di dunia. Disebutkan bahwa persoalan mental merupakan penyebab utama terjadinya bunuh diri. ''Lebih dari 90 persen kasus bunuh diri terkait dengan sakit mental seperti depresi, skizofrenia, dan sebagainya,'' kata Dr Benedetto Saraceno, direktur kesehatan mental WHO dalam siaran persnya.

Betapa kuatnya depresi dalam mendorong seseorang untuk bunuh diri juga ditegaskan oleh dokter G Pandu Setiawan SpKJ, Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan. ''Penyakit jiwa, seperti depresi, merupakan pemicu terbesar bunuh diri,'' katanya dalam media edukasi bertema Depresi dan Fenomena Bunuh Diri di Jakarta, belum lama berselang. Menurut Presiden Federasi Psikiatri dan Kesehatan Jiwa ASEAN 2003-2006 ini, risiko bunuh diri pada pasien kejiwaan 10 kali lebih besar dibandingkan dengan orang normal.

Selain gangguan jiwa (seperti depresi, gangguan bipolar, penyalahgunaan zat adiktif dan alkohol, serta skizofrenia), ada beberapa hal lain yang bisa menggerakkan seseorang untuk mengakhiri hidup secara sengaja (alias bunuh diri) yakni kondisi sosial-ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial yang buruk.

Bisa diobati

Dalam catatan WHO, saat ini terdapat 121 juta orang mengalami depresi. Masih menurut catatan badan kesehatan dunia ini, sebanyak 5,8 persen pria dan 9,5 persen wanita di dunia pernah mengalami episode depresif dalam hidup mereka. Pada 2020 mendatang, depresi diperkirakan akan menempati peringkat kedua sebagai masalah kesehatan yang paling banyak diderita di dunia, setelah penyakit jantung.

Senada dengan Pandu, dokter Suryo Dharmono SpKJ, staf pengajar bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Univerasitas Indonesia (FKUI)/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), juga menyebut depresi sebagai penyebab tersering terjadinya bunuh diri. Ia mengatakan, sekitar 90 persen tindakan bunuh diri disebabkan masalah kesehatan mental, dan 90 persen di antaranya disebabkan depresi.

Depresi, jelas dokter kelahiran Magelang pada 18 November 1959 ini, merupakan kondisi medis yang disebabkan adanya disregulasi neurotransmitter (zat penghantar dalam sistem syaraf) terutama serotonin (neurotransmitter yang mengatur perasaan) dan norepinefrin (neurotransmitter yang mengatur energi dan minat). Spektrum depresi sangat luas dengan keluhan penyakit dan manifestasi klinik yang bermacam-macam sehingga pengelolaannya harus dilakukan secara menyeluruh.

Suryo menekankan bahwa depresi bisa diatasi. Dan penanggulangan depresi ini menjadi faktor penting dalam upaya menurunkan angka kejadian bunuh diri. ''Depresi dapat ditanggulangi dan bunuh diri dapat dicegah,'' tegas Suryo yang pernah mengikuti International Mental Health Leadership Program di Melbourne, Australia.

Beberapa hal, kata Suryo, bisa dilakukan untuk mengatasi depresi. Di antaranya dengan meningkatkan keimanan seseorang, mentalitas, dan membuatnya hidupnya bertujuan, bermakna dan punya harapan. Cara lain, dengan memberikan obat antidepresan.

Tujuan pengobatan depresi adalah memperoleh remisi setinggi mungkin dan mencegah kekambuhan serta kasus berulang. Untuk itu, kini telah tersedia pengobatan modern antidepresan Serotonin Nor Epinefrin Reuptake Inhibitor (SNRI).

Pengobatan yang merupakan hasil penelitian Wyeth Pharmaceutical ini dibuat dengan formulasi khusus extended release capsule yang mampu memutus siklus kegagalan terapi akibat kekambuhan dan kasus berulang, seperti yang umum terjadi pada golongan obat lainnya. ''Ini merupakan antidepresan SNRI pertama yang diberikan dengan dosis sekali sehari, dan efeknya telah dapat dirasakan oleh pasien setelah empat hari penggunaan,'' kata Manajer Produksi PT Wyeth Indonesia, Wijaya Kusuma. ''Cara kerjanya juga aman, karena obat ini bekerja secara smooth dan tidak menimbulkan efek samping.''

Kenali Tanda-tandanya

Tahukah Anda, bunuh diri ternyata bisa terjadi pada semua jenjang kehidupan, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Pada anak-anak, beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko bunuh diri antara lain sejarah keluarga, kehilangan orang yang dikasihi sebelum usia 12 tahun, kekerasan, longgarnya ikatan kekeluargaan, dan meningkatnya tekanan dalam keluarga. Pada orang dewasa, faktor-faktornya antara lain tekanan pada hubungan dengan pasangan, masalah di dunia kerja, akademis (universitas), juga akibat menderita penyakit serius seperti jantung, stroke, diabetes, kanker, dan parkinson.

Selain mengetahui faktor-faktor risiko di atas, tak ada salahnya Anda kenali pula tanda-tanda orang yang berniat bunuh diri. Dengan mengenal tanda-tanda itu, Anda bisa melakukan upaya pertolongan sedini mungkin pada yang bersangkutan. Apa sajakah tanda-tanda itu? Simak yang berikut:

* Sering membicarakan tentang bunuh diri.
* Selalu membicarakan atau memikirkan tentang kematian.
* Berkisah tentang perasaannya yang sepi, tidak dapat menolong diri sendiri, ataupun merasa tidak berharga.
* Membicarakan sesuatu seperti,''Semuanya akan menjadi lebih baik tanpa kehadiran saya'' atau ''Saya ingin pergi.''
* Mengalami depresi (kesedihan mendalam, hilangnya keinginan melakukan sesuatu, gangguan tidur dan makan) yang semakin buruk.
* Terjadi perubahan yang tiba-tiba, tidak terduga dari perasaan sangat sedih menjadi tenang atau tiba-tiba menjadi gembira.
* Memiliki keinginan untuk meninggal, atau tergoda oleh keinginan yang dapat membawa pada kematian.
* Kehilangan hasrat pada hal-hal yang biasanya ia lakukan.
* Mengunjungi atau menghubungi orang lain untuk mengucapkan salam perpisahan.
* Mencari informasi mengenai cara-cara meninggal dengan bunuh diri, semisal lewat internet atau bertanya pada orang-orang di sekitarnya.

Dampingi Dia

Di dekat Anda, ada seseorang yang berpotensi melakukan bunuh diri? Jika benar demikian, jangan panik. Sebaliknya, berusahalah bersikap tenang untuk membantunya menjauhi jurang bunuh diri. Bagaimana cara membantunya? Tips berikut mudah-mudahan bisa membantu Anda.

Risiko rendah: sering berkeluh-kesah tentang adanya pikiran bunuh diri namun tidak berencana untuk melakukan.
Pengelolaan :
* Berikan dukungan emosi, dengan berempati terhadap keluh kesahnya.
* Ajak dia untuk membicarakan pikiran dan perasaannya.
* Bantu dia menemukan kekuatan positif yang dimilikinya.

Risiko sedang: mempunyai pikiran dan rencana untuk bunuh diri, namun belum sampai waktu pelaksanaan.
Pengelolaan :
* Berikan dukungan emosi dengan berempati terhadap keluh-kesahnya.
* Ajak dia melihat alternatif lain untuk keluar dari masalah.
* Ajak dia untuk membuat janji tidak melakukan/mencoba bunuh diri.
* Rujuk ke konselor ahli/psikiatri dan beritahu keluarga/orang terdekat tentang risiko bunuh diri.

Risiko tinggi: telah memiliki rencana matang untuk melakukan bunuh diri dan siap segera melaksanakan.
Pengelolaan :
* Dampingi dia, jangan pernah meninggalkannya sendirian.
* Usahakan untuk mengajak bicara secara lembut dan membujuk untuk meninggalkan niatnya.
* Hubungi layanan darurat untuk segera membawa pasien ke rumah sakit dan mendapat perawatan ahli.
* Hubungan keluarga terdekat untuk mendampingi dan menjaga dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar