Rabu, 25 November 2009

STRESS PADA MASA MENOPAUSE

Setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa menopause di mana pada umumnya seorang wanita akan mengalami berbagai perubahan. Perubahan ini dapat menimbulkan berbagai masalah dan dapat mengundang stres sehingga masa menopause diidentikkan dengan masa-masa stres. Masalah yang dapat menimbulkan stres antara lain mencakup aspek fisiologis, aspek psikologis, aspek psikososial dan aspek seksuil. Namun hal ini berbeda-beda pada setiap wanita sehingga tingkat stresnya juga beragam. Menurut Kartono (1992), tingkat stres tersebut banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keinginan mengingkari proses ketuaannya, sikap terlalu mendramatisir proses ketuaannya, kemunduran jasmaniah dan anggapan bahwa hidupnya tidak mengandung harapan, penuh kepedihan dan dilupakan oleh orang lain.
Salah satu faktor yang berperan dalam mempengaruhi tingkat stres adalah sikap wanita tersebut terhadap menopause itu sendiri. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara sikap terhadap menopause dan tingkat stres pada wanita perimenopause.
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental, karena tidak dilakukan manipulasi variabel yang diteliti. Jenis penelitiannya adalah korelasional. Teknik pengambilan sampel bersifat non probability sampling dengan cara purposive, yang berarti pencarian sampel sesuai dengan karakteristik yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan jumlah subjek penelitian sebanyak 40 orang wanita yang berada pada masa perimenopause yaitu usia 45-49 tahun.

Menopause dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi atau haid, dan sering dianggap menjadi momok dalam kehidupan wanita. Sebagian besar wanita mulai mengalami gejala menopause pada usai 40-an dan puncaknya tercapai pada usia 50 tahun. Kebanyakan mengalami gejala kurang dari 5 tahun dan sekitar 25% lebih dari 5 tahun. Namun bila diambil rata-ratanya, umumnya seorang wanita akan mengalami menopause sekitar usia 45-50 tahun.

Akibat perubahan dari haid menjadi tidak haid lagi, otomatis terjadi perubahan organ reproduksi wanita. Perubahan fungsi indung telur akan memengaruhi hormon dalam yang kemudian memberikan pengaruh pada organ tubuh wanita pada umumnya. Tidak heran apabila kemudian muncul berbagai keluhan fisik, baik yang berhubungan dengan organ reproduksinya maupun organ tubuh pada umumnya.

Tidak hanya itu, perubahan ini seringkali memengaruhi keadaan psikis seorang wanita. Keluhan psikis sifatnya sangat individual yang dipengaruhi oleh sosial budaya, pendidikan, lingkungan, dan ekonomi. Keluhan fisik maupun psikis ini tentu saja akan mengganggu kesehatan wanita yang bersangkutan termasuk perkembangan psikisnya. Selain itu, bisa memengaruhi kualitas hidupnya. Dalam menyingkapi dirinya yang akan memasuki masa menopause, beberapa wanita menyambutnya dengan biasa. Mereka menganggap kondisi ini sebagai bagian dari siklus hidupnya.

Banyak wanita yang mengeluh bahwa dengan datangnya menopause mereka akan menjadi pencemas. Kecemasan yang muncul pada wanita menopause sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi suatu situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Wanita seperti ini sangat sensitif terhadap pengaruh emosional dari fluktuasi hormon. Umumnya mereka tidak mendapat informasi yang benar sehingga dibayangkannya adalah efek negatif yang akan dialami setelah memasuki masa menopause. Mereka cemas dengan berakhirnya era reproduksi yang berarti berhentinya nafsu seksual dan fisik. Apalagi menyadari dirinya akan menjadi tua, yang berarti kecantikannya akan memudar. Seiring dengan hal itu, validitas dan fungsi organ tubuhnya akan menurun.

Hal ini akan menghilangkan kebanggaannya sebagai wanita. Keadaan ini dikhawatirkannya akan memengaruhi hubungannya dengan suami maupun lingkungan sosialnya. Selain itu, usia ini sering dikaitkan dengan timbulnya penyakit kanker atau penyakit lain yang sering muncul pada saat wanita memasuki usia tua.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecemasan wanita yang akan memasuki masa menopause, dan untuk mengetahui mengapa wanita yang menghadapi menopause mengalami kecemasan.

Menopause seringkali menjadi momok yang menakutkan bagi kaum perempuan usia matang. Padahal menopause atau mati haid adalah suatu proses yang alami, yang pasti akan dialami oleh setiap perempuan di usia matang; seperti halnya ketika seorang remaja untuk pertama kalinya mendapat ‘datang bulan’. Bedanya ketika pertama kali mendapat haid, seorang gadis sudah tidak dianggap ‘anak-anak lagi’ dan hormon-hormon reproduksi (estrogen dan progesteron) di tubuhnya mulai aktif;, tumbuh payudara, pantat mulai berisi dan bulat, mulai tumbuh rambut di ketiak dan kemaluan, tubuh makin tinggi, tubuh telah memproduksi sel telur sehingga siap menjadi seorang ibu apabila terjadi pembuahaan, dsb; sedangkan kalau menopause adalah kebalikannya. Tetapi dua siklus tersebut adalah bagian alami dari perjalanan hidup seorang perempuan.

Kata menopause berasal dari bahasa Latin: ‘meno’ berarti ‘ bulan’ dan ‘pausus’ berarti ‘berhenti, menghilang ‘secara harafiah berarti berakhirnya menstruasi/mati haid. Pada saat menopause itulah siklus haid seorang wanita berhenti, produksi hormon menurun drastis, tidak menghasilkan sel telur lagi alias tidak bisa terjadi pembuahan, kulit menjadi lebih kering, Kapan menstruasi akan berhenti total itu sulit ditentukan, kecuali sampai setahun setelah seorang wanita tidak mendapatkan haid sama sekali barulah bisa disebut menopause. Secara alami, wanita akan mengalami masa menopause sekitar usia 45-55 tahun, tetapi kadang-kadang menopause lebih awal datangnya karena operasi pengangkatan rahim maupun penyakit lain. Sebelumnya ditandai dengan gejala-gejala tertentu dan masa ini disebut ‘peri-menopause’ yang umumnya terjadi sekitar usia 45an. Menopause adalah salah satu tahap baru di dalam kehidupan seorang wanita yang pasti terjadi dan setiap wanita akan mengalaminya. Seperti halnya dengan ketika mendapat haid pertama atau hamil untuk pertama kalinya. Hanya saja karena terjadi perubahan hormonal yang mempengaruhi fisik, mental, dan emosi, maka kadang-kadang membuat kaum hawa stress dan merasa cemas dalam menghadapinya. Sebetulnya, menopause adalah awal siklus baru yang semestinya dimasuki kaum wanita dengan perasaan aman dan tenang.

Pada masa perimenopuse, seorang perempuan mulai merasakan beberapa gejala dari gejala-gejala yang umum yaitu: jantung berdebar-debar, wajah, telapak kaki dan tangan mudah keringatan dan terasa panas (disebut hotflushes), siklus menstruasi mulai tidak teratur, kulit mulai mengering, sulit tidur, vagina mulai mengering, rasa capai yang berketerusan, emosional dan suka uring-uringan, libido menurun, berat badan mudah naik, stress dan gelisah, menderita hypothyroid, merasa tidak dicintai dan tidak cantik lagi. Wanita yang satu akan mengalami gejala-gejala berbeda pada masa ini dengan wanita lainnya. Pada usia ini, salah satu tanda yang sangat umum terjadi yaitu datang bulan yang tidak teratur. Ada yang sebulan dua kali dan banyak pendarahan. Ada yang siklusnya mulai maju dan sedikit keluar darahnya, ada yang siklusnya meloncat-loncat tidak tentu kapan datangnya. Berkurangnya estrogen juga membuat lapisan vagina menipis yang akan menyebabkan sebagian wanita merasa sakit ketika berhubungan intim dengan suami ( hal ini bisa diatasi dengan gel/pelumas tertentu). Persendian ngilu dan pegal-pegal, sering kencing adalah beberapa faktor yang menambah stress pada wanita masa perimenopuse. Apabila ada Pembaca wanita yang mengalami beberapa gejala dari yang telah ditulis jangan merasa kuatir dan jangan merasa ‘tidak normal’ dan tidak perlu ke Psikiater. Tetapi Anda bisa mencoba mendiskusikan gejala-gejala ini dengan suami dan dokter ahli kandungan. Juga bisa memeriksakan kadar hormon estrogen dan lainnya. Apabila memungkinkan, bisa mulai menjalani ‘Hormone Replacement Therapy’/HRT, yaitu terapy sulih hormon untuk memasok hormon di tubuh yang mulai menurun supaya menopause bisa ditunda, atau mengasup suplemen untuk masalah ini.

Pada usia ini, sebaiknya sudah memulai pola makan dan hidup yang lebih sehat. Olah raga teratur akan membuat tubuh lebih bugar dan menurunkan kadar kolesterol. Olah-olah raga tertentu seperti: beban ringan/dumbell, olah raga peregangan: misal yoga, tai chi, pilates, akan membantu menghindari osteoporosis pada masa pascamenopause nanti. Makan sayur-sayuran yang mengandung ‘fitoestrogen’ bisa meredam gejala-gejala menopause. Fitoestrogen adalah bahan kimia alami yang terdapat pada tanaman yang susunannya menyerupai hormon estrogen. Minum susu nonfat yang diperkaya kalsium, mengkonsumsi suplemen dan vitamin-vitamin (vitamin A,C,E, plus magnesium, kalsium, zink, dan kalium), yang dibutuhkan tubuh semasa menopause, yang semuanya bisa menunjang kebugaran tubuh. Mencari teman yang bisa diajak berbicara untuk dijadikan tempat ‘cur-hat’, membaca buku dan artikel mengenai masalah sekitar menopause yang akan sangat membantu seorang wanita menjadi lebih mengerti mengenai menopause dan keadaan fisik, mental, dan emosi sendiri; tidak merasa tua, memperdalam kehidupan spiritual; kesemuanya ini bisa membantu para wanita menjalani masa ini dengan lebih tenang dan tidak nervous. Pengertian dan dukungan para suami dan anak-anak dalam keluarga akan sangat berarti bagi wanita yang sedang mengalami masa yang sering membuat wanita merasa cemas ini. Suami dan anak bisa menjadi teman yang baik sekaligus tempat cur-hat bagi para wanita dalam menjalani masa ini.

Masa perimenopause mungkin bisa kita katakan masa yang cukup membuat para wanita stress bahkan depresi dan sehingga tidak salah kalau ada yang menyebut masa ini sebagai ‘masa menempuh badai’. Dalam buku “Smart Medicine for Menopause – Hormone Replacement Therapy and its Natural Alternative”, Sandra Cabot, MD, menuliskan pengalaman pasien usia perimenopause yang mengalami depresi karena didiagnosa menderita stress ketika menceritakan gejala-gejala sbb: panik, mudah cemas, sulit tidur, mengalami hot flushes (gejala panas), sakit kepala, leher tegang, dan turunnya libido. Ketika mengetahui pasien tsb. masih mendapat haid teratur, oleh dokter di dianjurkan banyak istirahat dan membaca majalah wanita dan diberi obat pengurang rasa sakit dan penenang. Hal ini tidak banyak membantunya, dan membuat pasien tsb. makin stress dan menjadi depresi. Dalam hal ini pasien perlu pengertian mengenai apa yang disebut menopause, gejala-gejalanya, dan bagaimana mengatasi dan menjalani masa tsb. dengan lebih tenang dan bisa komunikasi dengan baik dengan seorang dokter ahli kandungan untuk mengatasi gejala perimenopause; jika perlu pasien tsb. bisa dites kadar hormon kewanitaannya untuk mengetahui perlu tidaknya mendapat terapi sulih hormon.

Setelah mengalami beberapa tahun masa perimenopause yang cukup membuat wanita kuatir dan uring-uringan, haid akan berhenti total, dan masa itulah yang disebut masa menopause. Masa menopause ini ditandai dengan kegagalan ovarium menghasilkan sel telur sehingga tidak terjadi lagi haid. Tetapi walaupun telah terjadi menopause, ovarium masih mempunyai fungsi juga yaitu masih menghasilkan kadar estrogen dalam jumlah kecil dan testosteron dalam jumlah yang cukup berarti selama sekitar dua belas tahun. Jadi ovarium setelah masa menopause atau disebut ‘pascamenopause’ belum mati total. Setelah masa menopause dr. Sandra Cabot menuliskan bahwa masa hidup wanita sekitar 30-40 tahun, tergantung bagaimana pola hidup dan kesehatan wanita tsb. Sebelum masa menopause, hormon-hormon yang dihasilkan oleh ovarium, terutama hormon estrogen melindungi wanita dari serangan kolesterol, tekanan darah tinggi, sehingga resiko mendapat penyakit jantung atau stroke lebih kecil daripada yang dialami kaum Adam. Tetapi setelah menopause terjadi, benteng alami tsb. tidak lagi mampu melindungi mereka lagi. Pada masa pasca menopause ini resiko para wanita lebih besar mendapatkan: osteroporosis, penyakit jantung, kolesterol dan tekanan darah cenderung tinggi, stroke, pengeringan dan penciutan vagina, dan penyakit Alzheimer. Resiko-resiko tersebut bisa dikurangi dengan Terapi Sulih Hormon dan memperbaiki pola hidup sehat dan memperbanyak mengkonsumsi makanan yang mengandung phytoestrogen, serta menghadapinya dengan pikiran yang tenang.

PENTINGNYA GIGI SECARA PSIKOLOGIS

Sebagian orang hanya memikirkan factor kesehatan gigi itu sendiri, misalnya bagaimana mencegah gigi berlubang atau membusuk. Beberapa orang tua sangat khawatir bila gigi anaknya terlalu tonggos sehingga dapat mempengaruhi bentuk wajahnya, atau sangat cemas jangan-jangan rahang bawah anaknya akan mengalami kelainan sehingga penampilan wajahnya buruk atau terjadi gangguan pencernaan tertentu.

Jarang sekali orang sempat memikirkan fungsi gigi secara psikologis, karena mereka memandang gigi secara fisik saja. Mereka kurang menyadari bahwa gigi juga mengandung kemungkinan besar untuk mempengaruhi perilaku anak. Di bawah ini dijelaskan peranan gigi secara keseluruhan

MAKNA PSIKOLOGIS GIGI:

PENGARUH TERHADAP EMOSI
Perasaan tidak nyaman ketika gigi akan tumbuh, secara emosional menimbulkan pengaruh terhadap anak yang berusia 1 sampai 3 tahun. Hal ini akan terulang kembali ketika gigi tetap akan tumbuh pada gusi yang tidak ada gigi susunya.

GANGGUAN TERHADAP KESEIMBANGAN TUBUH
Rasa nyeri dan tidak nyaman karena gigi sedang tumbuh atau karena terjadi pembusukan gigi sangat mengganggu keseimbangan tubuh anak. Hal-hal itu akan menyebabkan gangguan sementara bagi anak, misalnya terganggu tidurnya, terganggu nafsu makannya, yang kesemuanya menyebabkan gangguan terhadap perkembangan anak secara umum.

ISYARAT KEDEWASAAN
Dengan munculnya gigi tetap, secara psikologis penting sebagai isyarat bahwa anak-anak sedang meninggalkan masa kanak-kanaknya sedang memasuki tahapan menuju kedewasaan.

PENGARUH TERHADAP PENAMPILAN
Bila seorang anak mencabut gigi susunya yang goyang, dengan harapan mempercepat pemunculan gigi tetap, tetapi selang waktu sebelum pemunculan gigi tetapnya mungkin berlangsung cukup lama, sehimgga gusi yang mpong sedikit menyusut dan pemunculan gigi tetap akan mengalami hambatan (mungkin anak akan menjadi tonggos). Sewaktu dia masih anak-anak, ia mungkin kurang memperhatikan hal itu, namun nantinya akan menimbulkan masalah ketika anak memasuki tahap remaja pada saat ia menyadari pentingnya penampilan diri. Di samping itu, kadang-kadang gigi susunya belum tanggal tetapi gigi tetap telah muncul sehingga akan membuat anak itu tampak lucu.

PENGARUH TERHADAP PENGUCAPAN KATA-KATA
Bila anak telah tanggal gigi susunya, sedangkan gigi tetapnya belum muncul maka gusinya akan ompong untuk sementara waktu tetapi hanya sedikit anak yang mengalami gangguan dalam pengucapan kata. Kadang-kadang ada juga anak yang terganggu kerena ompongnya gigi ini, mereka sulit mengucapkan kata-kata yang agak keras (pelat), dan bila ini berlangsung cukup lama, maka pelatnya itu akan menetap dan sukar baginya untuk mengubah kebiasaan walaupun gigi tetapnya telah muncul.

PENGARUH PENYAKIT YANG UMUM

Terlepas dari apakah penyebab fisik atau psikologis, namun satu hal cukup jelas bahwa apapun bentuk gangguan itu akan mempengaruhi perkembangan, perilaku, pembentukan kepribadian, dan sikap anak. Penyakit tersebut dapat saja sifatnya menahun atau kadang-kadang, dapat pula berlangsung singkat atau berlarut-larut. Seberapa parah dan lama pengaruhnya pada diri si anak sebagian besar sangat bergantung pada sikap mental si anak sendiri.

Studi tentang anak-anak dengan usia yang berbeda dengan usia yang berbeda mengungkapkan banyak pengaruh penyakit terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak, serta kemampuan anak mengadakan penyesuaian pribadi atau social. Beberapa dari pengaruh penting,yaitu:

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUBUH
Kalau hanya penyangit biasa dan sedang, jarang yang sampai menimbulkan pengaruh terhadap pertumbuhan tubuh anak. Akan tetapi jika ia mengalami penyakit yang lama dan menahun, maka pertumbuhan tubuhnya dapat terhambat lebih-lebih lagi apabila sakitnya terjadi pada saat pertumbuhan berjalan cepat. Hampir semua penyakit dapat menyebabkan penurunan barat tubuh.

PENGARUH LANJUTAN SAKIT
Karena sakit, anak kurang banyak menggerakkan tubuhnya, sehingga ototnya menjadi kehilangan sedikit tenaga dan kekenyalannya, serta mudah lelah. Beberapa penyakit bahkan dapat menyebabkan cacat yang menetap seumur hidupnya, misalnya karena demam rematik maka jantungnya mengalami kelainan.

EMOSI MENINGKAT
Sakit selalu menimbulkan kegoncangan terhadap keseimbangan. Anak yang sedang sakit hamper selalu memperlihatkan sikap yang sangat mudah tersinggung, mudah cemas, dan pemarah.

PERILAKU SOSIAL
Anak-anak yang sering sakit terlalu lama, seringkali menjadi kikuk dan canggung bila harus bermain lagi, karena selama ia sakit, teman-temannya telah mempelajari aturan permainan yang baru yang tidak diketahuinya. Apabila selama di rumah ia selalu dimanja, maka mereka mungkin mengembangkan sikap yang tidak sehat tentang nilai dirinya sendiri.

KETERBATASAN UNTUK BERGERAK
Apabila anak sedanga sakit dan sedang dalam masa penyembuhan, biasanya ia akan dilarang untuk banyak bergerak, dan harus banya beristirahat. Hal ini sangat mengecewakannya. Di samping itu, jika dalam diri anak masih ada perasaan tidak yakin bahwa dirinya sudah menyatu dengan teman-temannya, maka sakit yang harus lama beristirahat ini akan membuatnya cemas dan khawatir akan rusaknya hubungan dengan teman-temannya.

TUGAS SEKOLAH
Meskipun orang tua dan guru mencoba membantu sedapat mungkin untuk mengejar ketinggalan pelajaran sekolah, namun biasanya tetap saja hasilnya memburuk karena terlalu lama tidak masuk sekolah. Ini mungkin saja akan mempengaruhi anak sedemikian rupa sehingga ia tidak lagi suka sekolah.

KESULITAN PERILAKU
Sakit pada anak-anak seringkali merupakan awal dari perilaku social yang buruk, misalnya karena ia sakit menjadi suka rewel bila hendak makan, dan kelainan perilaku lainnya. Banyak anak terbiasa dengan perhatian berlebihan selama ia sakit lalu menjadi anak yang agresif dan banyak menuntut. Hal ini akan mempengaruhi hubungan anak dengan temannya.

GANGGUAN KEPRIBADIAN
Sakit seperti asma dan kencing manis, biasanya akan merusak kepribadian anak karena penyakit seperti ini sifatnya menahun. Sering pula menyebabkan anak bergantung pada orang lain. Meskipun hanya sakit sebentar tetapi parah, juga dapat merusak kepribadian anak.

PENGARUH BERMAIN BAGI PERKEMBANGAN ANAK

Bermain merupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Piaget menjelaskan, “bermain terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional.” Menurut Bettelheim, “kegiatan bermain adalah kegiatan yang tidak mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realitas luas.”

Pengaruhnya bermain, yakni sebagai berikut:

PERKEMBANGAN FISIK
Bermain aktif penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuhnya. Bermain juga berfungsi sebagai penyaluran tenaga yang berlebihan yang terpendam terus akan membuat anak tegang, gelisah, dan mudah tersinggung.

DORONGAN BERKOMUNIKASI
Agar dapat bermain dengan baik bersama anak yang lain, anak harus belajar berkomunikasi dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya mereka harus belajar mengerti apa yang dikomunikasikan anak lain.

PENYALURAN BAGI KEBUTUHAN DAN KEINGINAN
Kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat dipenuhi dengan cara lain sering kali dapat dipenuhi dengan bermain. Anak yang tidak mampu mencapai peran pemimpin dalam kehidupan nyata mungkin akan memperoleh pemenuhan keinginan itu menjadi pemimpin tentara mainan.

SUMBER BELAJAR
Bermain memberi kesempatan untuk mempelajari berbagai hal melalui buku, televise, atau menjelajah lingkungan yang tidak diperoleh anak dari belajar di rumah atau sekolah.

RANGSANGAN BAGI KREATIVITAS
Melalui eksperimentasi dalam bermain, anak-anak menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan. Selanjutnya mereka dapat mengalihkan minat kreatifnya ke situasi di luar bermain.

PERKEMBANGAN WAWASAN DIRI
Dengan bermain anak mengetahui tingkat kemampuannya dibandingkan dengan temannya bermain. Ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan konsep dirinya dengan lebih pasti dan nyata.

BELAJAR BERMASYARAKAT
Dengan bermain bersama anak lain, merka belajar bagaimana membentuk hbungan social dan bagaimana menghadapi dan memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan tersebut.
STANDAR MORAL
Walaupun anak belajar di rumah dan di sekolah tentang apa saja yang dianggap baik dan buruk oleh kelompok, tidak ada pemaksaan standar moral paling teguh selain dalam kelompok bermain.

BELAJAR BERMAIN SESUAI DENGAN PERAN JENIS KELAMIN
Anak belajar di rumah dan di sekolah mengenai apa saja peran jenis kelamin yang disetujui. Akan tetapi, mereka segera menyadari bahwa mereka juga harus menerimanya bila ingin menjadi anggota kelompok bermain.

PERKEMBANGAN CIRI KEPRIBADIAN YANG DIINGINKAN
Dari hubungan dengan anggota kelompok teman sebaya dalam bermain, anak belajar bekerja sama, murah hati, jujur, sportif, dan disukai orang.

KONSEKUENSI MASALAH AKIBAT KEHAMILAN REMAJA

Dampak lanjutan dari kehamilan remaja ternyata cukup kompleks, sehingga membuat remaja merasa tertekan, stress dan seringkali tidak mampu menghadapinya dengan baik. Para ahli dari berbagai bidang pendidikan, sosiologi, ekonomi, kedokteran, hokum menyimpulkan ada 5 masalah konsekuensi logis dari kehamilan yang harus ditanngung oleh remaja, yaitu sebagai berikut:

1. Konsekuensi terhadap pendidikan: putus sekolah (DO)
Remaja wanita yang hamil, umumnya tidak memperoleh penerimaan social dari lembaga pendidikannya, sehingga ia harus dikeluarkan dari sekolahnya. Demikian pula, remaja laki-laki yang menjadi pelaku utma penyebab kehamilan itu, mau tidak mau mengalami nasib yang sama, yaitu drop-out dari sekolahnya. Hal ini, karena pihak lembaga pendidikan merasa tidak mau kalau nama baik sekolahnya dicemari oleh tindakan yang tidak tepuji seperti itu.

2. Konsekunsi sosiologis: sangsi social
Orang tua yang anaknya hamil, akan menanggung rasa malu. Maka untuk menyelesaikan masalah ini, jalan tebaiknya ialah menikahkan anaknya yang hamil dengan remaja laki-laki pelaku utama) yang menghamilinya. Demikian pula masyarakat akan mencemooh, mengisolasi atau mengusir terhadap orang-orang yang melanggar norma masyarakat.

3. Konsekuensi penyesuaian dalam kehidupan keluarga baru.
Sebagai orang yang telah menikah, tentu remaja harus dapat menyesuaikan diri dalam keluarganya yang baru. Ketidakmampuan dalam menyesuiakan diri, sehingga sering terjadi konflik-konflik, pertengkaran, percek-cokan, maka akan dapat berakhir dengan perceraian. Dengan demikian, ia akan berstatus sebagai janda muda maupun duda muda.

4. Konsekuesi ekonomis: pemenuhan kebutuhan ekonomis keluarga
Sebagai orang tua, tentu mereka harus bertanggung jawab untuk memberi pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Karena itu, mendorong remaja harus bekerja. Namun, karena ia tidak memiliki pengetahuan, ketrampilan, atau keahlian yang cukup memadai sebagai seorang professional, maka ia akan memperoleh teraf penghasilan yang rendah. Hal ini akibat dari pihak lembaga yang mempekerjakan tenaganya pun tidak akan mau untuk memberi bayaran gaji yang layak. . gaji yang kecil akan mempersulit dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan penghasilan yang rendah, menyebkan remaja tidak mampu untuk membiayai kebutuhan ekonomi keluara. Ia selalu kekurangan uang/kebutuhan ekonomi rumah tangga. Hal ini membawa akibat pada masalah-masalah percek-cokan, konflik perceraian, kemiskinan, ketidakpuasan kerja.

5. Konsekuensi hukum
Karena telah hamil, maka untuk memperkuat rasa tanggung jawab, maka sebaiknya remaja melakukan pernikahan secara resmi diakui oleh pemerintah melalui kantor catatan sipil atau kantor urusan agama. Dengan menikah resmi, mereka akan terhindar dari sangsi social, sebab mereka menjadi suami-istri yang sah. Sehingga kalau mereka mempunyai anak, maka anak tersebut sudah sah secara hokum yang teruang dalam hokum perkawinan.

KEGEMUKAN DAN PENYESUAIAN SOSIAL

Banyak remaja yang mengutamakan penampilan fisik (physical appereance) dalam pergaulan dengan teman sebaya. Mereka masih menonjolkan hal-hal fisik yang nampak dari luar. Kerena itu, remaja berusaha untuk tampil sebagai seorang individu yang menarik perhatian orang lain, baik teman sebaya yang sejenis kelamin maupun dari lawan jenis. Agar dapat tampil semenarik mungkin, maka remaja mengupayakan supaya tubuhnya ramping dan menghindari kegemukan.

Remaja yang gemuk, yang tak mampu menerima keadaan dirinya, kemungkinan akan memiliki persepsi negative yaitu menganggap dirinya merasa ada kekurangan. Karena merasa ada kekurangan dalam dirinya, maka menyebabkan remaja merasa minder dan kurang percaya diri (lack of self-confidence) dalam pergaulan. Mereka akan menarik diri, membatasi diri dari aktivitas bersama kelompok, takut diejek, dihina, atau menjadi bahan tertawaan dari teman-teman sebaya. Bahkan mendekati pun akan merasa takut atau khawatir kalau tidak ada lawan jenis yang mendekati untuk dijadikan sebagai pacar. Dengan demikian, menurut erikson (dalam Hall dan Lindzay, 1998; Papalia, Old dan Feldman 2001), mereka akan mengalami kesulitan untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan social, sulit mencapai kematangan identitas diri (the matury of self-identity). Sebaliknya,mereka yang mampu menerima keadaan dirinya apa adanya, walaupun tubuhnya gemuk, maka biasanya mereka akan merasa percaya diri, optimis sehingga tidak akan menemukan kesulitan dalam pergaulan. Mereka tetap bias mengekspresikan seluruh potensi di antara teman-teman sebayanya. Dengan demikian, ia menjadi seorang pribadi yang dewasa/matang, sociable, adjustable atau mudah menyesuaikan diri dalam lingkungan social, serta merasa optimis menghadapi masa depan.

DAMPAK POLA ASUH ORANG TUA

Para ahli selama ini (Gunarsa dan Gunarsa, 1995: Helm dan Turner, 1995; Papalia, Olds dan Feldman, 1998) mengemukakan bahwa pola asuh dari orang tua amat mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak. Baumrind, ahli psikologi perkembangan membagi pola asuh orang tua menjadi 3 yakni otoriter, permisif, dan demokratis.

1. Pola asuh otoriter (parent oriented)
Ciri-ciri dari pola asuh ini, menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontol oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua. Dalam hal ini, anak seolah olah menjadi robot, sehingga ia kurang inisiatif, merasa takut, tidak percaya diri, pencemas, rendah diri, minder dalam pegaulan; tetapi disisi lain, anak bias memberontak, nakal, atau melarikan diri dari kenyataan, misalnya dengan menggunakan narkoba (alcohol or drug abuse). Dari segi positifnya, anak yang dididik dalam pola asuh ini, bisa jadi, iacenderung akan menjadi disiplin yakni mentaati peraturan. Akan tetapi dalam hatinya berbicara lain, sehingga ketika di belakang orang tua, anak bertindak dan bersikap lain. Hal itu tujuannya semata hanya untuk menyenangkan hati orang tua. Jadi anak cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu.

2. Pola asuh permisif
Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan oleh orang tua. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Dari sisi negative lain, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan social yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab, maka anak akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif, dan mampu mewujudkan aktualisasinya.

3. Pola asuh demokratis
Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bgertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh ini, anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, bertanggung jawab atas segala tindakannya, tidak munafik, jujur. Namun akibat negatifnya, anak akan cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan antara anak-orang tua.

4. Pola asuh situasional
Dalam kenyataannya, seringkali pola asuh tersebut tidak diterapkan secara kaku, artinya orang tua tidak menerapkan salah satu fleksibel, luwes dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu. Sehingga seringkali munculah, tipe pola asuh situasional. Orang yang menerapkan pola asuh ini, tidak berdasarkan pada pola asuh tertentu, tetapi semuatipe tersebut diterapkan secara luwes.

Dari model pola asuh diatas, mana yang dianggap efektif dan efisien untuk menghadapi kehidupan dalam keluarga? Pertanyaan ini sulit dijawab secara pasti, karena masing-masing keluarga memiliki karakteristik masalah yang berbeda atau tidak sama. Oleh karena itu, tergantung orang tua yang menghadapi masalah keluarganya sendiri. Adakalanya, orang tua menggunakan pola asuh otoriter, tetapi adakalanya orang tua menerapkan pola permisif atau demokratis. Dengan demikian, secara tidak langsung, tidak adajenis pola asuh yang murni diterapkan dalam keluarga yang bersangkutan. Inilah yang akan mengarah pada pola asuh situasional.

BULIMIA NERVOSA

Bulimia nervosa ialah gangguan pola makan yang ditandai dengan usaha untuk memuntahkan kembali secara terus-menerus apa yang telah dimakan sebelumnya. Tanda-tanda fisiologis remaja yang mengalami gangguan bulimia, adalah mempunyai kulit kasar, kerontokan rambut, mual-mual, atau muntah-muntah. Faktor-faktor penyebab terjadinya bulimia nervosa yakni diantaranya adalah tekanan iklim social-budaya yang tidak sehat, tuntutan supaya individu memiliki penampilan fisik ideal (ramping/langsing), konflik identitas diri (individu menginginkan bentuk tubuh ideal), perilaku maladaptive maupun factor biologis, seperti kadar kimia serotim pada otak yang rendah (Papalia et.al, 1998; Sukamto, 1999)

Pandangan psikoanalisis menyatakan bahwa bulimia terjadi karena individu berusaha mencari kepuasan diri dengan cara makan makanan yang banyak sebagai ganti atau kompensasi akan kebutuhan kasih saying dan perhatian yang tidak tercukupi.

Gangguan bulimia lebih banyak dialami oleh remaja wanita daripada remaja laki-laki, karena remaja wanita lebih suka menonjolkan penampilan fisik agar selalu menarik perhatian lawan jenis. Apalagi mereka yang bergerak di bidang olah raga senam, renang, dunia modeling atau artis, maka tuntutan penampilanfisik yang menarik sangat tinggi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh ahli psikologi Amerika Serikat, menyatakan atlet pesenam lebih cenderung mengalami gangguan pola makan. Pravelensi terjadinya bulimia ini adalah 2 dari 10.000 orang, atau diramalkan mencapai 19% remaja wanita mengalami gangguan tersebut.

Komplikasi bulimia. Tanda-tanda komplikasi bulimia, menurut Monique Elizabeth Sukamto (1999) yakni individu mengalami peradangan tenggorokan, pembengkakkan kelenjar ludah, kerusakan gigi karena penderita sering melakukan purging (memuntahkan makanannya). Akibatnya individu mengalami kekurangan cairan tubuh, terganggunya siklus menstruasi, wasir (hemorrhoids), gangguan usus. Ia bahkan dapat menyebabkan kegagalan jantung sehingga bias mati mendadak (sudden death).

PERCERAIAN DAN DAMPAKNYA PADA ANAK

Kasus peceraian sering dianggap suatu peristiwa tersendiri dan menengangkan dalam kehidupan keluarga. Tetapi, peristiwa ini sudah menjadi bagian kehidupan dalam masyarakat. Kita tidak boleh mengatakan bahwa kasus tersebut bagian dari kehidupan masyarakat tetapi yang menjadi pokok maslah yang perlu direnungkan, bagaimanakah akibat dan pengaruhnya terhadap diri anak?

Peristiwa perceraian dalam keluarga senantiasa membawa dampak yang mendalam. Kasus ini menimbulkan stress, tekanan, dan menimbulkan perubahan fisik, dan mental. Keadaan ini dialami oleh semua anggota keluarga, ayah, ibu dan anak.

Kasus perceraian di Amerika Serikat dan Inggris setiap tahunnya meningkat. Dari biro sttistik diperoleh data bahwa antara tahun 1965 dan tahun 1976, angka perceraian itu rata-rata bertambah menjadi dua kali lipat dari kurun sebelummua. Dilaporkan juga pada saat sekarang hamper seperdua pasangan keluarga baru akan berakhir dengan perceraian.

Menurut hasil beberapa penelitian, hamper 60% kasus perceraian di Amerika Serikat dan 75% di Inggris melibatkan anak-anak. Meski sudah ada ketentuan dan undang-undang tentang pihak siapa yang bertanggung jawab atas diri anak dalam kasus perceraian itu, namun kenyataannya sering pihak ibu yang mencapai 90% mengambil ahli tanggung jawab itu.

Pada tahun 1979, di Amerika Serikat hanya 10% dan Inggris 7% anak-anak diasuh oleh ayahnya. Angka ini pun sudah menunjukkan peringkat tiga kali lipat sejak tahun 1960. dan biasanya ayah sering lebih suka menanggung anak usia sekolah dari pada anak usia kecil.

Perceraian dalam keluarga itu biasanya berawal dari suatu konflik antara anggota keluarga. Bila konflik ini sampai titik kritis maka peristiwa perceraian itu berada di ambang pintu. Peristiwa ini selalu mendatangkan ketidaktenangan berfikir dan ketegangan itu memakan waktu lama. Pada saat kemelut ini, biasanya masing-masing pihak mencari jalan keluar mengatasi berbagai rintangan dan berusaha menyesuaikan diri dengan hidup baru. Masing-masing pihak menerima kenyataan baru seperti pindah rumah, tetangga baru, anggaran rumah baru. Acara kunjungan pun berubah. Situasi rumah menjadi lain karena diatur oleh satu orang tua saja.

Banyak factor yang menyebakan terjadinya kasus pertikaian dalam keluarga yang berakhir dengan perceraian. Factor-faktor ini antara lain, persoalan ekonomi, perbedaan usia yang besar, keinginan memperoleh putra (putri), dan persoalan prinsip hidup yang berbeda. Factor lainnya berupa perbedaan penekanan dan cara mendidik anak, juga pengaruh dukungan social dari pihak luar, tetangga, sanal saudara,sahabat, dansituasi masyarakat yang terkondisi, dan lain-lain. Semua factor ini menimbulkan suasana keruh dan meruntuhkan kehidupan rumah tangga.

Menjelang gentingnya konflik ini biasanya sang ayah kurang memikirkan risiko yang bakal terjadi dalam mengasuh anak sementara ibu paling memikirkan risiko akibat perceraian. Dan bagaimana pun kasus perceraian itu jelas-jelas membawa risiko yang berantai. Dan yang paling dipersoalkan adalah dampaknya dalam diri anak.

DAMPAKNYA TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

Sejauh manakah pengaruh perceraian itu pada perkembangan anak. Pada usia berapakah seorang anak itu lebih menderita akibatdari peristiwa perceraian? Hetherington mengadakan penelitian terhadap anak-anak usia 4 tahun pada tahun pada saat kedua orang tuanya bercerai. Peneliti ingin menyelidiki kasus perceraian itu akan membawa pengaruh bagi anak usia di bawah 4 tahun dan di atas 4 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa kasus peceraian ituakan membawa trauma pada setiap tingkat usia anak, meski dengan kadar berbeda.

Setiap tingkat usia anak dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru-baru ini memperlihatkan cara dan penyelesaian berbeda. Kelompok anak yang belum berusia sekolah pada saat kasus ini terjadi, ada kecenderungan untuk mempersalahkan diri bila ia menghadapi masalah dalam hidupnya. Ia menangisi dirinya. Umumnya anak usia kecil itu sering tidak betah, tidak menerima cara hidup yang baru. Ia tidak akrab dengan orang tuanya. Anak ini sering dibayangi rasa cemas, selalu ingin mencari ketenangan.

Kelompok anak yang sudah menginjak usia besar pada saat terjadinya kasus perceraian memberi reaksi lain. Kelompok anak ini tidak lagi meyalahkan diri sendiri, tetapi memiliki sedikit perasaan takut karena perubahan situasi keluarga dan merasa cemas karena ditinggalkan salah satu orang tuanya.

Ketika anak menginjak usia remaja, anak sudah mulai memahami seluk-beluk arti perceraian. Mereka memahami, apa akibatnya yang bakal terjadi dari peristiwa itu. Mereka menyadari masalah-masalah yang bakal muncul, soal ekonomi, social, dan factor-faktor lainnya.

Juth Wallerstein dan Joan Kelly meneliti 60 keluarga yang mengalami kasus perceraian di California. Peneliti menemukan bahwa anak usia belum sekolah akan lebih menemukan kesulitan dalam menyesuaikan diri menghadapi situasi yang baru. Sementara anak usia remaja dilaporkan mereka mengalami trauma yang mendalam. Tetapi, dilaporkan 44% anak-anak usia belum sekolah itu perlahan-lahan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru itu. Dua puluh tiga persen dari kelompok usia 7-10 tahun mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya.

Beberapa diantara anak-anak usia remaja dalam menghadapisituasiperceraian memahami sekali akibat yang bakal terjadi. Hetherington mengungkapkan,” jika perceraian dalam keluarga itu terjadi saat anak menginjak usia remaja, mereka mencari ketenangan, entah di tetangga, sahabat atau teman sekolah.”

PENGARUH UMUM PREMATURITAS TERHADAP PERKEMBANGAN SELANJUTNYA

PERKEMBANGAN FISIK
Bayi premature lebih lambat mencapai kecepatan pertumbuhan yang mencirikan beberapa bulan awal kehidupan, tetapi pada akhir tahun pertama mereka hamper mengejar kecepatan pertumbuhan bayi normal.

KESEHATAN
Pada tahun pertama, bayi premature lebih banyak sakit, terutama karena gangguan pernafasan dan nasopharyngeal. Dengan bertambahnya usia, mereka lebih sering menderita gangguan fisik seperti kurang gizi, kecebolan, dan kegemukan. Gangguan yang paling berbahaya yang berkaitan dengan prematuritas ialah kerusakan mata karena anoksia.

KECERDASAN
Lebih banyak kasus gangguan mental yang serius ditemukan pada bayi premature ketimbang bayi umumnya. Untuk sebagian besar gangguan mental ditemukan di antara merka yang menderita pendarahan otak pada saat atau segera sesudah lahir.

PENGENDALIAN MOTORIK
Bayi premature duduk, berdiri, dan berjalan pada usia yang lebih lambat dibandingkan dengan bayi normal, dengan keterbelakangan terutama pada bayi premature yang berukuran paling kecil pada saat lahir. Sebagai anak kecil, gerakan mereka kurang baik.

BICARA
Anak yang dilahirkan premature menggunakan bahasa bayi yang lebih lama dan mengalami gangguan berbicara dari pada anak normal. Menggagap merupakan gangguan bicara yang paling umum.

PERILAKU INDERA
Bayi premature sangat sensitive terhadap suara dan kebisingan. Dengan bertambahnya usia, mereka lebih mudah teralih perhatiannya karena kebisingan dan sangat sensitive terhadap warna dan obyek bergerak.

PERILAKU EMOSIONAL
Beberapa bayi premature adalah “bayi yang lembut”, tetapi kebanyakan bersifat malu, pemarah, pemberang, dan negativistic. Cirri gugup seperti menghisap jari dan menggigit kuku serta gangguan perilaku seperti ledakan amarah dan cenderung sering menangis lebih umum di kalangan bayi premature.

PENYESUAIAN SOSIAL
Umumnya anak yang lahir premature melakukan penyesuaian yang lebih baik pada tahun-tahun awal ketimbang berikutnya. Sebagai bayi, mereka cenderung malu, sangat akrab dengan orang tuanya, dan lebih bergantung daripada bayi normal yang berusia sama. Pada tahun prasekolah dan awal sekolah dasar mereka lebih menunjukkan perilaku bermasalah, terutama kesulitan makan.

PERILAKU MENYIMPANG
Hiperkinetik, perilaku tidak teratur, gugup, dan mudah mengalami kecelakaan terutama terdapat di antara bayi premature yang menderita kerusakan otak pada saat lahir.

PENGARUH PENDIDIKAN KELUARGA TERHADAP PERKEMBANGAN MORAL REMAJA

Para ahli, baik Piaget maupun Kohlberg (Papalia, et.al, 1998; Parke dan Hetherington, 1994; Santrock, 1999; Singgih, 1991; Rice, 1993) nampaknya sependapat bahwa orang tua mempunya peran besar bagi pembentukan dan perkembangan moral seorang anak. Tanggunga jawab orang tua untuk menanamkan nilai-nilai moral, etika, budi pekerti bahkan nilai religiusitas sejak dini kepada anak-anaknya akan membekas di dalam hati sanubarinya. John Locke mengibaratkan bahwa hati dan otak pada diri seorang anak masih berupa lembaran kertas kosong putih bersih (tabula rasa). Lembaran itu masih bersifat murni, sehingga apapun yang terisi di atas lembaran itu sangat tergantung dari orang tua bagaimana ia menulis, mencoret, menggambar atau mewarnainya. Sementara itu, mendidik dan membimbing anak pun merupakan sebuah seni tersendiri. Tergantung bagaimana tipe pola asuh yang dipergunakan oleh orang tua dalam membimbing anak-anaknya, apakah ia menggunakan pola asuh otoriter, permisif, demokratis, atau situasional.

Demikian pula, pendidikan yang telah diterima sejak masa anak-anak akan mempengaruhi pola piker dan perilaku dalam diri remaja. Karena itu, tidak bias diabaikan peran dan tanggung jawab orang tua, yang kemudian mendapat pengaruh dari lingkungan pendidikan (sekolah), media masa, maupun situasi social politik Negara. Seorang psikolog yang mendirikan aliran ekologis. Urie Brofenbrenner mengungkap bahwa microsystem, mesosystem, exosystem, macrosystem, dan cronosystem, memang mempengaruhi pola piker, dan perilau individu, termasuk moralitasnya (Papalia, Olds dan Feldman, 1998;2001). Hal ini memang tergantung individu sejauh mana ia menyikapi semua system tersebut. Makin terampil dalam menyerap nilai-nilai positif dan menjauhi nilai-nilai negative, maka makin baik pula ia dalam menerapkan nilai-nilai moral itu dalam kehidupan bermasyarakat.

PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK REMAJA

Perubahan organ-organ reproduksi yang makin matang pada remaja, menyebabkan dorongan gairah dan seksual remaja makin kuat dalam dirinya. Banyak media masa, seperti intenet. Televisi Koran atau majalah yang menyampaikan informasi secara bebas kepada masyarakat umum, termasuk remaja. Sementara itu, menurut Piaget (dalam Papalia, dkk. 1998; Turner dan Helms, 1995; Berk, 1993; Rice, 1993; Santrock, 1999) walaupun remaja telah mencapai kematangan kognitif, namun dalam kenyataannya mereka belum mampu mengolah informasi yang diterima tersebut secara benar. Akibatnya perilaki seksual remaja, seringkali tidak terkontrol dengan baik. Mereka melakukan pacaran, kumpul kebo, seks pra-nikah atau mengadakan “pesta seks” dengan pasangannya, yang menyebabkan hamil muda, timbulnya penyakit menular di kalangan remaja.

Untuk itu, peran sekolah, orang tua, media masa maupun pemerintah adalah memikirkan dan membuat program pendidikan seksual untuk remaja (Moglia dan Knowles, 1997). Hal-hal yang perlu diberikan dalam pendidikan seksual seperti: (a) perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja, (b) perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas, (c) dampak positif negative media masa bebas terhadap perilaku seksual remaja, (d) fungsi dan kegunaan alat-alat kontrasepsi, seperti: IUD kondom, (e) cara mencegah dan mengatasi terjadinya hubungan bebas di kalangan remaja.

Dalam pendidikan tersebut, sebisanya dapat dilaksanakan secara fleksibel, artinya mencoba metode atau teknik apa yang akan dipergunakan dalam menyampaikan pengajaran kepada remaja. Teknik-teknik yang dipergunakan dapat melalui ceramah dan Tanya jawab, pemutaran film dan diskusi, dialog, dan sebagainya. Adapun, pihak-pihak professional yang dapat dilibatkan dalam menyampaikan materi tersebut berasal dari dokter, psikolog, guru/dosen, ulama (yai/pendeta), pekerja social.

KEGEMUKAN DAN PENYESUAIAN SOSIAL

Banyak remaja yang mengutamakan penampilan fisik (physical appereance) dalam pergaulan dengan teman sebaya. Mereka masih menonjolkan hal-hal fisik yang nampak dari luar. Kerena itu, remaja berusaha untuk tampil sebagai seorang individu yang menarik perhatian orang lain, baik teman sebaya yang sejenis kelamin maupun dari lawan jenis. Agar dapat tampil semenarik mungkin, maka remaja mengupayakan supaya tubuhnya ramping dan menghindari kegemukan.

Remaja yang gemuk, yang tak mampu menerima keadaan dirinya, kemungkinan akan memiliki persepsi negative yaitu menganggap dirinya merasa ada kekurangan. Karena merasa ada kekurangan dalam dirinya, maka menyebabkan remaja merasa minder dan kurang percaya diri (lack of self-confidence) dalam pergaulan. Mereka akan menarik diri, membatasi diri dari aktivitas bersama kelompok, takut diejek, dihina, atau menjadi bahan tertawaan dari teman-teman sebaya. Bahkan mendekati pun akan merasa takut atau khawatir kalau tidak ada lawan jenis yang mendekati untuk dijadikan sebagai pacar. Dengan demikian, menurut erikson (dalam Hall dan Lindzay, 1998; Papalia, Old dan Feldman 2001), mereka akan mengalami kesulitan untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan social, sulit mencapai kematangan identitas diri (the matury of self-identity). Sebaliknya,mereka yang mampu menerima keadaan dirinya apa adanya, walaupun tubuhnya gemuk, maka biasanya mereka akan merasa percaya diri, optimis sehingga tidak akan menemukan kesulitan dalam pergaulan. Mereka tetap bias mengekspresikan seluruh potensi di antara teman-teman sebayanya. Dengan demikian, ia menjadi seorang pribadi yang dewasa/matang, sociable, adjustable atau mudah menyesuaikan diri dalam lingkungan social, serta merasa optimis menghadapi masa depan.

FUNGSI PACARAN

Hampir sebagian orang dewasa yang kini telah berumah tangga, sebelumnya pernah melakukan pacaran dengan pasangan hidupnya. Masa pacaran sebagai masa yang unik dan menarik untuk dikaji secara proporsional dalam studi perlembangan. Para ahli berusaha memperoleh gambaran yang ilmiah dalam penelitian empirisnyam di antaranya ialah Paul dan White (dalam Santrock, 1998). Menurut Paul dan White, ahli psikologi perkembangan remaja, menyatakan ada 8 fungsi pacaran yaitu sebagai berikut:

a. Pacaran sebagai masa rekreasi
Karena remaja memperoleh pengalaman yang menyenangkan, karena remaja memperoleh pengalaman baru untuk belajar menempuh kehidupan bersama dengan seorang yang dikasihi, disayangi, atau dicintainya. Kehadiran orang yang dicintai akan membangkitkan semangat hidup. Sebaliknya, ketidak hadirannya cenderung membuat seorang individu tidak bergairah atau tidak bersemangat. Itulah sebabnya, seorang remaja yang sedang berpacaran selalu merasa rindu mengharapkan kehadiran orang yang dicintainya.

b. Pacaran sebagai sumber status dan prestasi
Mempunyai atau memperoleh seorang pacar, berarti diri seseorang telah berhasil menjalin hubungan intensif, sehingga tercipta hubungan yang akrab dengan pacarnya. Seorang pacar lebuh dianggap lebih dari seorang teman atau sahabat, karena untuk memperoleh seorang pacar, seseorang harus berupaya mengenal pribadi secara mendalam yang ditandai dengan unsure saling percaya, menghargai, dan menerima antara satu dengan yang lainnya. Mereka yang telah mempunyai seorang pacar, akan memperoleh pengakuan social dalam lingkungan pergaulan social. Ia akan dikenal atau popular, dibandingkan dengan remaja yang lain yang belum mempunyai pacar.

c. Pacaran sebagai proses sosialisasi
Dalam masa pacaran, seorang individu akan dapat bergaul untuk belajar mengenal, menyerap nilai-nilai, norma, etika social dari kelompok social lainnya, sehingga diharapkan ia akan berprilaku sesuai dengan aturan-aturan norma social.

d. Pacaran melibatkan kemampuan untuk bergaul secara intim, terbuka, dan bersedia untuk melayani/membantu individu yang lain jenis.
Dalam masa pacaran, seorang individu dituntut untuk dapat memperhatikan kebutuhan orang yang dicintainya. Sebab mencintai berarti memberi perhatian kepada orang lain, karena orang tersebut sudah sepantasnya ditolong, dibantu, dihargai, dijaga lebih dari orang lain atau teman. Dengan demikian, untuk mewujudkan cintanya terhadap seorang pacar, dengan kesadaran pribadi, seorang individu biasanya rela berkorban baik waktu, tenaga, maupun biaya untuk orang yang dicintainya.

e. Pacaran sebagai penyesuaian normative
Artinya masa ini dapat dipandang sebagai masa persiapan untuk menguji kemampuan menyalurkan kebutuhan seksual secara normative, terhormat, dan sesuai dengan norma masyarakat. Dalam hal ini, menurut pandangan psikoanalisis Sigmund Freud (Hall, Lindzey dan Champbell, 1998), pacaran merupakan awalsublimasi dari penyaluran kebutuhan seksual secara normative melalui kehidupanyang berbeda jenis kelaminnya.

f. Pacaran sebagai masa sharing: mengekspresikan perasaan, pemikiran, atau pengalaman
Masa pacaran ini akan memberikan kesempatan individu agar berperan sebagai teman untuk berinteraksi maupun membagi berbagai pengalaman, perasaan, pemikiran, atau aktivitas kepada lawan jenisnya (pacar). Dangan demikian, individu dpat mengurangi beban stress, masalah, pribadi dan dapat mengikis sifat-sifat egois pribadi. Dengan pacarlah, seseorang mau mencurahkan beban perasaan, pengalaman secara terbuka tanpa merasa malu. Sebab dia tahu bahwa orang yang dicintai tersebut tidak akan membocorkan rahasianya kepada orang lain.

g. Pacaran sebagai masa pengembangan identitas
Masa pacaran memberikan pengalaman penting yang berpengaruh bagi pembentukan dan pengembangan identitas diri seorang individu. Dalam masa pacaran, seorang remaja dapat memisahkan antara identitas pribadi dengan identitas yang berasal dari kehidupan keluarganya. Seorang remaja dilatih untuk bersikap mandiri dan dewasa dalam menghadapi permasalahan (percek-cokan, pertengkaran, perbedaan pendapat) dengan pacarnya. Dengan keberhasilan menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan semakin mantap menjalani masa pacarannya. Sebaliknya, yang tidak berhasil dalam mengatasi masalah, cenderung menimbulkan perasaan ragu-ragu, tak percaya diri, pesimis untuk melanjutkan masa pacarannya dengan pacarnya. Bahkan hal itu akan diakhiri dengan perpisahan.

h. Pacaran sebagai masa pemilihan calon pasangan hidup
Artinya masa pacaran ini berfungsi sebagai masa pencarian, pemilihan, dan penentuan calon teman hidup untuk persiapan dalam pernikahan guna membangun rumah tangga baru. Dengan pacaran, seseorang dapat mengenal kelebihan dan kelemahan pacarnya. Apabila ada permasalahan, mereka dapat memecahkan bersama-sama, tanpa memaksakan kehendak secara egois.

DAMPAK PENGGUNAAN NARKOBA

Secara umum ada 2 dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkoba, yakni (a) kepribadian adiksi (addiction personality) dan (b) gangguan kesehatan tubuh. Individu yang mengalami kepribadian adiksi ditandai dengan suka menyembunyikan tindakan/motif prilaku, berpura-pura, berbohong, menipu, ingkar janji. Secara intelektual, individu akan mudah lupa, tidak dapat berkonsentrasi, sehingga menimbulkan penurunan kapasitas berpikir dan penurunan kemampuan mengambil keputusan. Sedangkan dari gangguan kesehatan bagi pengguna narkoba yakni: adiksi (ketergantungan), infeksi paru, infeksi jantung, penularan penyakit hepatitis B, C dan AIDS/HIV, impotensi, kecacatan pada bayi, kematian karena overdosis, dan infeksi.

Hal yang perlu diwaspadai bagi pengguna narkoba (junkies) yakni terjadinya sakaw. Sakaw yakni gejala putus obat yang ditandai dengan (a) bola mata mengecil, (b) hidung dan mata berair, (c) bersin-bersin, (d) menguap, (e) banyak berkeringat, (F) mual-mual, (g) muntah-muntah, dan (h) diare

Untuk itu, lebih baik kita menghindari dari pada awlnya hanya untuk mencoba-coba tetapi berakibat fatal bagi kesehatan dan masa depan kita. Memilih pergaulan dalam lingkungan sangatlah penting, karena dampak baik ataupun buruknya akan kita rasakan sendiri.

ANOREXIA NERVOSA

Anorexia nervosa ialah gangguan pola makan dengan cara membuat dirinya merasa tetap lapar (self-starvation). Biasanya terjadi pada remaja wanita yang tengah menginjak bangku SMU (sekolah menengah umum). Adapun tujuan mereka membuat dirinya lapar adalah agar mereka memiliki penampilan fisik yang ramping dan menarik perhatian dari lawan jenisnya.

Faktor-faktor penyebab terjadinya anorexia nervosa yakni antara lain:
1. Reaksi terhadap tekanan social,
2. Depresi,
3. Diet makanan yang terlalu ketat,
4. kerusakan system syaraf akibat kecelakaan.

Berikut penjelasan selengkapnya,
1. Reaksi terhadap tekanan sosial
Masyarakat sering kali menuntut agar seseorang untuk memiliki bentuk tubuh ideal, yaitu memiliki penampilan fisik yang ramping, atletis, dan tidak gemuk. Namun, hal ini tergantung bagaimana kemampuan individu untuk mepersepsi terhadap tuntutan atau tekanan social (social stressor) tersebut. Individu yang mampu menghadapi tekanan social, yaitu yang ditandai dengan mengabaikan atau membiarkan tekanan tersebut agar jangan mengganggu dirinya, maka orang tersebut tidak akan terpengaruh oleh lingkungan social tersebut. Ia akan melakukan pola makan yang teratur, apapun akibatnya, apakah menjadi gemuk akan membuat diri individu tak mengalami gangguan makan. Sebaliknya, bagi remaja yang mepersepsi positif terhadap terhadap tuntutan social tersebut, maka tuntutan itu dianggap sebagai suatu tantangan. Ia akan merasa optimis untuk membuktikan diri bahwa dirinya dapat memenuhinya dengan baik. Bila ia berhasil, maka ia akan merasa senang, bangga, dan bahagia, sebab dapat memiliki tubuh yang ramping dan menarik. Sebaliknya remaja yang gagal dalam memenuhi tuntutan social, cenderung memiliki persepsi negative terhadap penampilan fisiknya. Akibatnya ia terpacu untuk makin meperketat pola makannya. Lama-kelamaan, hal ini justru menyebabkan ganguan pola makan (anorexia nervosa)

2. Depresi
Gangguan emosional yang besifat ekstrim, seperti depresi akan berakibat fatal bagi kehidupan individu. Depresi dapat terjadi, sebagai akibat dari: (1) kegagalan meraih prestasi belajar di sekolah (drop out), (2) gagaldalam pemilihan teman hidup (pacar, cerai), (3) ditolak dalam lingkungan pergaulan social. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan remaja merasa dirinya tak berharga, putus asa, sampai kemudian lupa makan atau mogok makan yang berkepanjangan. Dengan demikian, remaja akan memiliki kondisi badan yang kurus, karena kurang makan, kurang vitamin, gizi (mal-nutrisi). Akibat selanjutnya, dapat menimbulkan gangguan anorexia-nervosa.

3. Pengontrolan diri (diet) yang terlalu ketat
Keinginan untuk tampil menawan dan menarik terhadap lawan jenis, merupakan salah satu gaya hidup bagi sebagian besar para tokoh masyarakat, artis, tokoh model atau remaja. Upaya untuk mencapai hal tersebut, mendorong remaja untuk selalu menjaga dan mengontrol secara ketat kondisi badannya, agar tidak gemuk. Bila kelihatan lebih gemuk, maka ia akan mencoba mengurangi pola makannya, atau bahkan ketika merasa lapar, dirinya tetap tidak makan. Dengan cara ini, akan berakibat pada gangguan pola makan (anorexia nervosa).

4. Kerusakan system syaraf (hypothalamus) akibat kecelakaan atau penyakit
Tak seorang pun menghendaki adanya kecelakaan atau penyakit dalam dirinya. Akan tetapi, adakalanya kecelakaan atau serangan penykit tak dapat dihindari oleh seseorang. Jenis penyakit tertentu, seperti stroke, penyakit jantung, paru-paru atau kecelakaan yang merusak bagian hypothalamus, yang kemudian akan dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan fisik. Di mana individu tetap kurus (anorexia nervosa), walaupun sudah makan banyak.

Efek samping terjadinya anorexia nervosa di antaranya adalah perilaku jadi over-aktif, menstruasi tidak teratur, bahkan menstruasi dapat berhenti, wajah nampak lebih tua dari usia yang sebenarnya, dan badan kurus kelihatan tulang-tulangnya.

Senin, 23 November 2009

Rasanya Menjadi Guru Sekolah Luar Biasa

Lonceng di Sekolah Luar Biasa atau SLB. Berdentang beberapa kali sekitar pukul 07.00 WIB, kemarin, tanda jam masuk sekolah dimulai. Walau ada suasana ujian nasional bagi siswa kelas tiga SMA sekolah tersebut adalah satu gedung dengan SMP dan SD, aktifitas belajar bagi siswa lainnya berlangsung normal.


Keluar dari ruang guru dengan langkah teratur, wanita berkaca mata minus dipadu jilbab warna hitam menutupi kepalanya dan di padu seragam coklat terusan, Yusmarni menuju ruang rombongan belajar (rombel) B di lantai dua sekolah itu. Tanpa sapaan hormat atau salam dari para siswanya, ia tetap tersenyum menyapa delapan anak cacat atau berkebutuhan khusus yang seakan tak sabar menunggunya.


Wanita kelahiran Siak, Riau 30 September 1964 ini mulai memberikan materi pelajaran bahasa Indonesia. Sebelum melanjutkan materi yang baru, ia kembali mengajak delapan siswanya yang diketahui masuk kategori rombel tuna rungu itu mengingat kembali materi yang diberikan pekan lalu.


Tak ada tanya jawab. Maklum, anak-anak itu tak bisa berbicara seperti anak-anak normal lainnya karena mereka bisu (tuna rungu). Memanfaatkan bahasa isyarat lewat tangan maupun mulut yang komat kamit seakan telah dimengerti oleh mereka.
Anak-anak itu tak hanya bisu, mereka juga rada budeg alias tuli. Dengan demikian percuma saja berteriak atau menerangkan materi pelajaran ke mereka. Untuk jadi acuan belajar siswa, ia terpaksa menulis apa yang akan diajarakan di white board berukuran 1,5 x 2,5 meter yang terpampang di dinding sekolah.


Saat wajahnya menghadap papan, anak-anak itu bukannya diam. Mereka malah bermain hingga berkelahi menggunakan bahasa isyarat. “Ini belum seberapa. Mungkin mereka malu melihat bapak,” ujar Yusmarni ketika dihampiri saya.


Biasanya kata ibu dua anak itu, anak-anak bisu sangat ribut saat guru lagi serius mengajari mereka. Suara mereka yang tak jelas vokalnya itu kadang memekikan telinga. Belum lagi meja, kursi atau barang-barang yang mereka pegang digunakan untuk saling menghujat dan melempari.


Tetap senyum, itulah yang dilakukan Yusmarni untuk menenangkan anak-anak itu. Terkadang ia harus menatap mereka dengan sorotan mata yang tajam sebagai tanda isyarat bahwa anak-anak itu akan dimarahi. ”Tak pernah anak-anak itu kami hukum. Mental mereka tak sama dengan orang normal lainnya,” ujarnya sambil sesekali menyeka keringat di pipinya.
Selama 15 tahun profesi sebagai guru sekolah luar biasa itu ia tekuni dengan santai dan itu adalah bagian dari hidupnya. Mengajar anak-anak cacat adalah sebuah tujuan hidup dan bukan untuk kegiatan amal bagi Yusmarni. Ia mengaku termotivasi untuk mengangkat derajat hidup anak-anak cacat atau yang berkebutuhan khusus itu agar bisa mandiri, tidak tergantung kepada orang lain maupun dalam bermasyarakat.


Tentunya ini suatu cita-cita mulia bagi anak pensiunan PNS itu. Menurut dia sejak lulus SMA di Pekanbaru, ia tertarik mengambil formulir pendaftaran sebagai calon mahasiswa diploma dua (D2) sekolah guru pendidikan luar biasa (PGSLB). Dua tahun menimbah ilmu sebagai calon guru untuk sekolah anak-anak cacat itu, ia memilih jurusan tuna grahita (cacat mental).


Bermodalkan ijazah D2 tuna grahita, ia diterima sebagai guru di sekolah luar biasa . 15 Tahun sudah ia mengabdi di sekolah khusus itu. Lebih banyak rasa bahagianya ketimbang duka selama belasan tahun berdedikasi mengajarkan anak-anak cacat tersebut.


Tak ada pujian atau penghargaan atas pengabdian itu. Hanya menyandang status pegawai negeri sipil, dan seabrek harapan agar anak didiknya bisa berguna di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.


Atas pengabdiannya, istri seorang guru sekolah dasar ini mengaku sudah tiga anak muridnya hidup mandiri dan bisa bekerja seperti anak-anak normal lainnya. Dua diantaranya kini bekerja di Rumah Sakit , sedangkan satu lainnya bekerja di sebuah salon kecantikan.


Menurut dia ada dua siswanya yakni Wiwid (tuna grahita) waitres dan Norfaizal (tuna rungu) bagian laundry di RSBK, sedangkan Megawati saat ini bekerja di salah satu salon kecantikan di kompleks ruko . “Dari banyaknya siswa itu, baru tiga orang yang diketahui memiliki pekerjaan tetap setara dengan anak normal lainnya,” ujar dia.


Terbiasa menghadapi anak-anak cacat itu tidak serta merta membuatnya bisa berkomunikasi dengan semua anak cacat khususnya yang tidak bersekolah. Pasalnya, bahasa isyarat yang sekolah dan tidak, itu jauh berbeda.

Mengulas Pekerjaan Prostitusi

Prostitusi merupakan satu sisi perilaku manusia yang menurut mayoritas masyarakat sebagai tindakan a moral / tidak beradab di kalangan manusia secara normal. Akan tetapi perbuatan ini dijadikan salah satu alternatif kehidupan (life style) dengan motivasi yang berbeda-beda, karena faktor ekonomi, sosial, dan sebagainya.

Akar masalah

Masyarakat modern yang serba kompleks, sebagai produk dari kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi memunculkan banyak masalah sosial. Maka adaptasi atau penyesuaian diri terhadap masyarakat modern yang hyper kompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan mengadakan adaptasi dan adjustment menyebabkan kebingungan kecemasan dan konflik-konflik, baik yang terbuka dan eksternal sifatnya, maupun yang tersembunyi dan internal, sehingga banyak orang mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum, atau berbuat semau sendiri tanpa mempedulikan gangguan kerugian yang berdampak pada orang lain. Masalah-masalah sosial tersebut dalam sosiologi disebut sebagai pathologi sosial.
Pathologi sosial ialah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap “sakit” disebabkan oleh faktor-faktor sosial,. Disebut juga ilmu tentang “penyakit masyarakat.” Maka penyakit masyarakat/sosial itu adalah segenap tingkah laku manusia yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum dan adat istiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum. Jelaslah, bahwa adat istiadat dan kebudayaan itu mempunyai nilai pengontrol dan nilai sanksional terhadap tingkah laku anggota masyarakatnya. Maka tingkah laku yang dianggap sebagai tidak cocok, melanggar norma dan adat istiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum, dianggap sebagai “masalah sosial.”
Orang yang dianggap kompeten menilai tingkah laku orang lain sebagai pathologi itu antara lain: pejabat, polisi, pengacara, haki, dokter, rahaniawan, dan ilmuwan di bidang sosial. Sekalipun mereka adakalanya membuat kekeliruan dalam membuat analisa penilaian terhadap gejala sosial, namun mereka itu pada umumnya dianggap mempunyai peranan menentukan dalam memastikan baik-buruknya pola tingkah laku masyarakat.
Faktor-faktor penyebab adanya masalah sosial di atas di antaranya adalah politik, religius, dan sosial budaya, di samping juga faktor ekonomi. Mengenai hal ini, kaum interaksionis dengan “teori interaksionalnya” menyatakan, bahwa bermacam-macam faktor tadi bekerja sama, saling mempengaruhi dan saling berkaitan satu sama lain; sehingga terjadi, “interplay” yang dinamis, dan bisa mempengaruhi tingkah laku manusia. Kemudian terjadi perubahan tingkah laku dan perubahan sosial, sekaligus mungkin timbul perkembangan yang tidak imbang dalam kebudayaan, disharmoni atau ketidak selarasan ketidakmampuan penyesuaian diri, konflik-konflik, dan tidak adanya konsensus. Maka muncullah banyak disorganisasi, disintegrasi, dan penyimpangan tingkah laku atau perilaku pathologis.
Pandangan psikologis dan psikiatris menyebutkan sebab-sebab tingkah laku pathologis dari aspek sosialnya, sehingga orang melanggar norma-norma sosial yang ada. Antara lain disebut faktor-faktor: intelegensi, ciri-ciri kepribadian, motivasi-motivasi, sikap hidup yang keliru dan internalisasi diri yang salah. Juga konflik-konflik emosional dan kecenderungan ‘psikoptahologis’ yang ada di balik tingkah laku menyimpang secara sosial itu. Para sosiolog dengan teori sosiologisnya berpendapat, bahwa penyebab dari tingkah laku sosiophatis itu adalah murni sosiologis atau sosio-psikologis.
Tingkah laku sosiophatis itu ditampilkan dalam bentuk: penyimpangan tingkah laku, struktur-struktur sosial yang menyimpang, kelompok-kelompok deviasi; peranan-peranan sosial status dan interaksi simbolis yang keliru,. Jadi, mereka menekankan fakor-faktor cultural dan social yang sangat mempengaruhi struktur organisasi social, peranan, status, partisipasi social dan pendefinisian diri sendiri.
Deviasi atau penyimpangan tingkah laku itu sifatnya bisa tunggal; misalnya hanya kriminil saja dan tidak alkoholik atau pecandu bahan-bahan narkotik. Namun juga bisa jamak sifatnya; misalnya seorang wanita tuna susila sekaligus kriminil. Jadi ada kombinasi dari beberapa tingkah laku menyimpang. Deviasi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. individu-individu dengan tingkah laku yang menjadi “masalah” (merugikan dan destruktif) bagi orang lain, akan tetapi tidak merugikan diri sendiri.
b. Individu-individu dengan tingkah laku menyimpang yang menjadi “masalah” bagi diri sendiri, akan tetapi tidak merugikan orang lain
c. Individu-individu dengan deviasi tingkah laku yang menjadi “masalah” bagi diri sendiri dan bagi orang lain.
Sehubungan dengan lingkungan sosio cultural, deviasi tingkah laku dapat dibedakan menjadi : deviasi individual, deviasi situasional, dan deviasi sistematik. Termasuk ke dalam deviasi situsasional adalah masalah prostitusi/pelacuran. Deviasi situasional disebabkan olehpengaruh bermacam-macam kekuatan situasional/social di luar individu, atau pengaruh situasi di mana pribadi yang bersangkutan menjadi bagian integral di dalamnya. Situasi tersebut memberikan pengaruh yang memaksa, sehingga individu tersebut terpaksa harus melanggar peraturan dan norma-norma umum atau hukum formal. Seorang Wanita Tuna Susila (WTS) melakukan pelacuran karena perasaan tidak puas terhadap pekerjaan yang lalu, karena upahnya tidak mencukupi untuk membeli perhiasan dan pakaian yang diinginkannya.

Selayang pandang tentang Prostitusi (pelacuran)
Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat, yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikannya. Pelacuran itu berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan. Sedang prostitute adalah pelacur atau sundal. Dikenal pula dengan istilah Wanita Tuna Susila.
Profesor W.A. Bonger dalam tulisannya “Maatschap pelijke Oorzaken der Prostitutie” menulis definisi sebagai berikut: Prostitusi adalah gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Dalam definisi ini jelas dinyatakan adanya peristiwa penjualan diri sebagai “profesi”atau mata pencaharian sehari-hari, dengan jalan melakukan relasi-relasi seksual.
Sarjana P.J. de Bruine Van Amstel menyatakan sebagai berikut: Prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran.
Kartini Kartono mendefinisikan prostitusi sebagai bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanap kendali dengan banyak orang (promiskuitas), disertai eksploitasi dan komersialisasi seks, yang impersonal tanpa afeksi sifatnya. Dengan kata lain pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu nafsu seks, dengan imbalan pembayaran.
Kategori pelacuran antara lain: pergundikan, tante girang atau loose married woman, gadis-gadis penggilan, gadis bar atau B-girls, gadis-gadis juvenile delinquat, gadis-gadis binal atau free girls, gadis-gadis taxi-girls, penggali emas atau gold-diggers, hostess atau pramuria.
Dari segi ciri khas pelacur ini mempunyai beberapa tanda : a. wanita atau gigolo, b. cantik,ayu,rupawan,manis,atraktif menarik baik wajah maupun tubuhnya, c. masih muda, d. pakaiannya sangat menyolok, e. menggunakan teknik seksual yang magnetis, f.bersifat sangat mobil, g. berasal dari strata ekonomi dan strata sosial rendah, h. rata-rata memiliki intelek yang normal.
Ada beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran, antara lain :
1. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran, juga tidak ada larangan terhadap orang yang melakukan relasi seks di luar pernikahan
2. adanya dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya di luar ikatan perkawinan
3. komersialisasi dari seks oleh beberapa pihak yang sengaja mengambil keuntungan
4. dekadensi moral
5. semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia
6. kebudayaan eksploitasi terhadap pihak perempuan
7. ekonomi berdasarkan hukum permintaan dan penawaran
8. peperangan dan masa-masa kacau dalam suatu negeri
9. pembangunan dengan mengkonsentrasikan pada pihak laki-laki
10. perkembangan kota dan arus urbanisasi
11. bertemunya macam-macam kebudayaan asing dengan kebudayaan setempat.

Selain itu ada juga motif yang melatarbelakangi adanya pelacuran, di antaranya sebagai berikut :
a. kecenderungan untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup dan mendapatkan kesenangan melalui “jalan pendek.”
b. Adanya nafsu seks yang abnormal
c. Tekanan ekonomi, seperti kemiskinan
d. Aspirasi kesenangan dunia/materi yang terlampau tinggi di kalangan wanita
e. Kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior
f. Rasa ingin tahu para remaja wanita terhadap masalah seks sehingga rela terjerumus dalam dunia pelacuran
g. Pemberontakan anak gadis terhadap orang tua mereka yang terlalu menekan/membatasi
h. Suka melakukan relasi seks jauh sebelum perkawinan
i. Bujuk rayu kaum lelaki dengan segala mimpi-mimpi manisnya, dll

Sebagai akibat dari terjadinya pelacuran akan memunculkan beberapa kejadian seperti hal berikut :
a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit
b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga
c. Mendemoralisir atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan
d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika
e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama
f. Adanya pengeksploitasian manusia datu oleh manusia yang lainnya
g. Bisa menyebabkan adanya disfungsi seksual
Dari segi aktifitasnya, pelacuran dibagi kepada dua bagian :
- Prostitusi terdaftar yaitu pelakunya diawasi oleh bagian vice control dari kepolisian yang dibantu dan bekerja sama dengan bagian social dan kesehatan
- Prostitusi tidak terdaftar yaitu mereka yang melakukan prostitusi secara gelap dan liar, baik secara perorangan maupun kelompok.

Mengaca pada realita
Seperti telah disinggung di awal bahwa fenomena prostitusi –baik yang terdaftar ataupun tidak- telah menjadi semacam fenomena gunung es. Berbagai bentuk sebab dan alasan menghiasi setiap tindakan yang kontra dengan budaya ini. Seperti contoh dalam fakta berikut :
Di sebuah kecamatan bernama Kroya Kab. Indramayu Jawa Barat ada fenomena ketika murid Sekolah Dasar Negeri Sukamelang 3 akan menghadapi ujian kelulusan bukannya disibukkan dengan tambahan pelajaran yang lebih intensif, malahan mereka “cuti sekolah” hanya untuk membantu keluarganya dalam hal ekonomi untuk menambah biaya hidup. Hanya usaha yang mereka lakukan bukanlah dengan jualan makanan, barang, atau sejenisnya, tapi mereka rela dijadikan pelayan-pelayan dalam bidang ‘esek-esek’ di kota-kota besar. Dengan dalih para orang tua mereka telah diberi semacam ‘uang muka’ berkisar antara 2,5 juta sampai 6 juta sebagai tanda jadi dan berhak membawa puteri-puteri mereka dibawa untuk dieksploitasi. Lebih ironi lagi seandainya kita tahu bahwa ternyata yang menjadi broker-krokernya ada di antaranya yang menjadi Kepala Desa, masyarakat biasa, atau bahkan gurunya pun ikut terlibat.
Lain halnya dengan kisah cerita sedih dari Jeane seorang pelacur dari Indramayu, dia terpaksa ikut terjun dalam dunia itu karena rasa sakit hati terhadap mantan pacarnya yang telah rela meninggalkannya dan menikah lagi dengan wanita lain sembari dia telah merabut keperawanan Jeane. Dia menjadi patah arang bahkan hampir prustasi, sebagai pelampiasan hidupnya ia rela menerjunkan diri menjadi PSK untuk mengurangi rasa sakitnya pada sang mantan pacar. Dalam hati kecilnya Jeane menangis dan ingin segera mengakhiri ‘karir’nya di dunia hitam tersebut, bahkan ia sempat bermimpi menjadi istri seorang ustadz.
Motivasi yang lain selain alasan di atas adalah dunia tersebut dijadikan sebagai PSK yang profesional . Sehingga ia luput dari kenyataan hukum halal haram, selain itu sebagian PSK ada yang terjun karena niatan membantu orang tuanya yang semakin membaik, dan sebagainya.

Sebuah Solusi
Dalam hal ini ada dua jenis besar yang dapat dilakukan yaitu dengan usaha preventif dan refresif/kuratif. Usaha preventif tentunya dimaksudkan untuk kegiatan mencegah terjadinya pelacuran. Usaha tersebut antara lain :
1. Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran
2. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius dan norma kesusilaan
3. Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan rekreasi bagi anak-anak puber dan adolesen untuk menyalurkan kelebihan energinya
4. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya
5. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarga
6. Pembentukan badan atau team koordinasi dari semua usaha penanggulangan pelacuran, yang dilakukan oleh beberapa instansi
7. Penyitaan terhadap buku-buku atau majalah-majalah cabul forno, film Biru, dll
8. Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.

Sedang usaha refresif/kuratif dimaksudkan untuk menekan (menghapuskan, menindas) dan usaha menyembuhkan para wanita dari ke-Tuna susilaannya. Di antara usaha tersebut adalah :
1. Melalui lokalisaso yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi orang melakukan control yang ketat
2. Melalui aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila
3. Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi wanita tuna susila yang terkena razia disertai pembinaan sesuai minat dan bakat masing-masing
4. Pemberian suntikan dan pengobatan interval waktu yang tetap untuk menjamin kesehatan para prostitute dan lingkungannya
5. Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia meninggalkan dunia pelacuran
6. Mengadakan pendekatan kepada pihak keluarga pelacur agar mereka mau menerima kembali wanita-wanita tuna susila tersebut untuk mengawali babak baru kehidupan mereka
7. Mencarikan pasangan hidup yang permanent untuk membawa mereka ke jalan yang benar
8. Mengikutsertakan ex WTS dalam program Trasmigrasi pemerintah di tanah air untuk pemerataan penduduk dan membuka lapangan kerja baru.

PRILAKU KEKERASAN DAPAT MEMPENGARUHI PRILAKU ANAK

Siapapun percaya bahwa tindak kekerasan tidak baik disaksikan, terlebih bagi anak-anak. Tetapi anehnya, dalam tayangan-tayangan yang tampil di media terutama media visual, adegan kekerasan malah menjadi “bumbu” penambah daya tarik tontonan itu sendiri.

Hampir setiap kisah yang dipertontonkan mengandung unsur tindak kekerasan. Dalam berita, tayangan reality show, tak terkecuali juga film dan berbagai topik tayangan lainnya. Padahal, terutama anak-anak, menonton tindak kekerasan itu cukup besar dampak buruknya. Khusus untuk murid sekolah, menyaksikan tindak kekerasan dapat menimbulkan problema ketidakdisiplinan.

Anak-anak juga menjadi semakin sukar paham akan pelajaran berhitung dan membaca dibanding dengan teman-temannya yang lain. Walaupun memang, tidak setiap anak yang menyaksikan tindak kekerasan lalu berubah prilaku atau langsung berpengaruh buruk.

Yang sangat dikhawatirkan, kalau si anak telah menjadi bermasalah akibat pengaruh tindak kekerasan yang ia saksikan, dan berpengaruh buruk pula kepada teman-teman sekelasnya yang lain. Selain membuat merosot nilai mata pelajaran bagi anak-anak yang lain, juga memungkinan mereka semakin bandel. Jadi satu orang yang bermasalah pengaruh buruknya sangat besar terhadap yang lain.

Demikian hasil penelitian yang dilakukan Scott Carrell dari University of California-Davis dan Mark Hoekstra dari University of Pittsburgh diungkapkan di situs www.EducationNext.org. Lebih jauh hasil penelitian Carrell dan Hoekstra, masuknya satu orang siswa yang bermasalah pada satu kelas yang terdiri dari 20 siswa mengurangi nilai ujian membaca dan berhitung dua pertiga pada siswa lain.

Menyangkut prilaku, ternyata meningkatkan pula kelakukan buruk di kalangan siswa lain dalam satu kelas sampai sekitar 16 persen. Secara statistik, kalangan peneliti menemukan, murid bermasalah memiliki dampak buruk cukup besar terhadap mata pelajaran berhitung dan membaca.

KURANG MAMPU

Memang tingkat pencapaian dua mata pelajaran tersebut bagi murid juga dapat disebabkan pengaruh kekurangmampuan finansial orangtua murid. Namun pengaruh itu kecil bahkan lebih kecil dari pengaruh menyaksikan tindak kekerasan atau gara-gara adanya anak yang bandel di tengah-tengah para murid. Tetapi kemiskinan tidak ditemukan ada pengaruhnya terhadap kedisiplinan.

Kehadiran murid bermasalah justru pula meningkatkan ketidakdisiplinan murid dari keluarga kurang mampu dan murid berkecukupan. Lebih spesifik lagi Carrell dan Hoekstra melihat pengaruhnya dibedakan oleh jenis kelamin.

Hasil yang diperoleh dari penelitian itu bervariasi, baik terhadap hasil akademik maupuntingkah laku. Yang paling nyata dampaknya adalah murid laki-laki bermasalah terhadap murik laki-laki lain sekelas.
Hasil penelitian itu juga ditemukan pertambahan satu anak laki-laki bermasalah ke dalam satu kelas yang terdiri dari 20 murid meningkatkan kemungkinan melakukan pelanggaran kedisiplinan sekitar 17 persen dari penyimpangan standar setiap tahun.

Temuan-temuan ini memiliki implikasi penting bagi dunia pendidikan dan kebijakan sosial. Carrell dan Hoekstra bekerjasama dengan sebuah lembaga data siswa tingkat 3 hingga 5 dari 22 sekolah umum pada priode 1995-2003 yang jumlah kasarnya sebanyak 30.000 siswa

sopan santun

Dalam berinteraksi terhap orang lain, bermasyarakat, bernegara, hingga pergaulan tingkat internasional diperlukan sistem bagaimana manusia bergaul. Sitem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan lebih sering dikenal sebagai sopan santun, tatakrama, protokoler dan lain lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk kepentingan masing masing yang terlibat agar mereka senang, tentram, nyaman, dan terlindung tanpa merugikan seseorang dan tidak melanggar hak asasi seseorang. untuk itu, sopan santun telah tumbuh dan melekat pada kseharian kita.
Sopan santun adalah tingkah laku yang amat populis. Semua orang tahu, mempunyai pengalaman tentang sopan santun, dan sangat menyukainya. Biarpun hanya sedikit orang yang menjabarkan sopan santun itu apa, tetapi tidak sedikit orang yang mengerti cara berprilaku sopan santun yang baik, atau, paling tidak banyak yang menerima tingkah laku sopan santun tersebut dengan baik.

Sopan santun bukan sebuah ideology, yang memerlukan konseptualisasi, pembahasan, atau pemaksaan untuk ditegakkan. Begitu seseorang sadar ada seseorang disampingnya, tentu ia akan membentuk interaksi dengan orang itu seperti orang lain memperlakukan dirinya. Hal ini alamiah karena setiap orang membutuhkan kenyamanan dan ketentraman. Sopan santun nilainya natural, ketinggian nilainya terangkum dalah hal hal terkecil, seperti suara yang merendah ketika anak berkomunikasi kepada orang tuanya, seorang murid yang menganggukan kepalanya ketika melewati gurunya.

Jika hendak diperluas, sopan santun juga menyangkut etika orang orang yang tidak mengenal secara pribadi, tapi juga harus berinteraksi di hadapan umum. Kebiasan untuk tidak mendahului orang pada saat antrian, meminta maaf ketika menyenggol orang lain pada saat berjalan, sampai kesadaran untuk mentaati peraturan, adalah nilai sopan santun yang dilembagakan, baik secara kebiasaan maupun norma norma hukum.

Kondisi yang diciptakan karena sopan santun tentu saja adalah ketentraman. Konflik pun diselesaikan dengan keterbukaan bukan dengan berteriak teriak atau berkelahi.

Senin, 02 November 2009

Kritikan Humanistik terhadap Psikoanalisa dan Behaviorisme mengenai kepribadian sehat

Kritikan Humanistik terhadap Psikoanalisa dan Behaviorisme mengenai kepribadian sehat :

  1. Humanistik terhadap Psikoanalisa
  • Mengabaikan potensi yang dimiliki oleh manusia.
  • Melihat manusia dari sisi yang sakit atau kurang, ‘sisi yang pincang’ dari kodrat manusia, karna hanya berpusat pada tingkah laku yang neuritis dan psikotis.
  • Manusia dianggap sebagai korban dari tekanan-tekanan biologis dan konflik masa kanak-kanak

2.Humanistik terhadap Behaviorisme

  • Mengabaikan potensi yang dimiliki oleh manusia.
  • Aliran behaviorisme memperlakukan manusia sebagai mesin
  • Manusia dilihat oleh para behavioris sebagai orang-orang yang memberikan respons secara pasif terhadap stimulus-stimulus dari luar dan manusia di anggap tidak memiliki diri sendiri.

Tugas Soal Kesehatan Mental

1.Jelasakan pendapat Allport dalam membahas manusia !
jawab:
Allport mengajukan prinsip pengatur tingkat energi yaitu energi mengajar secaran aktif tujuan dan harapan sehingga kehidupan individu disini dibimbing oleh suatu perasaan pada maksud / tujuan dedikasi dan komitmen.

2.Jelasakan perkembangan Propium sebagai dasar perkembangan kepribadian yang sehat?
jawab:
a) Diri jasmani
b) Identitas diri
c) Harga diri
d) Perluasan diri
e) Gambaran diri
f) Diri sebagai perilaku rasional
g) Perjuangan diri


3.Sebutkan dan jelaskan ciri - ciri kepribadian matang menurut Allport !
jawab:
a) Berfungsi pada tingkat rasional dan sadar dengan menyadari kekuatan – kekuatan yang membimbing dan dapat mengontrolnya.
b) Tidak dikontrol oleh trauma – trauma dan konflik masa kanak – kanak, bebas dari paksaan – paksaan masa lampau, dibimbing dan diarahkan oleh masa sekarang, intensi atau perhatiannya kepada masa depan, adanya antisipasi – antisipasi ke masa depan pada peristiwa kontemporer dan yang akan datang, serta tidak mundur ke masa kanak – kanak.
c) Orang neurotik / cemas, beroperasi pada tahap berada dan lebih tinggi.


4.Jelaskan perkembangan kepribadian Self menurut Rogers !
jawab:
Perkembangan kepribadian Self menurut Rogers ialah apa yang individu rasakan di dalam dirinya yang terbagi menjadi 2 yaitu :
 Ideal Self ialah diri yang diharapkan oleh individu ( hope ).
 Reality Self ialah kenyataan yang ada pada diri / keadaan apa adanya pada diri seseorang.

Kesulitan akan timbul bila terjadi ketidaksesuaian antara persepsi tentang diri dengan Ideal Selfnya ( Kesenjangan antara harapan dan realita ). Jadi individu yang sehat adalah individu yang jarak antara Reality Self dan Ideal Selfnya tidak terlalu jauh.

5.Peranan positif Regards dalam kepribadian individu !
jawab:
 Untuk terbentuknya identitas dan gambaran diri, peranan ibu sangatlah penting karena dengan keamanan dan kasih sayang yang cukup maka pertumbuhan psikologis yang positif akan terjadi sepanjang tingkat kemunculan dirinya.
 Frame of reference dan dorongan untuk pertumbuhan yang akan datang dibentuk pada masa adolescence, dalam hal ini adalah perjuangan Propium / diri.

6.Sebutkan dan jelaskan ciri – ciri orang yang sepenuhnya !
jawab:
a) Memiliki sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri.
b) Integrasi diri yang meliputi keseimbangan mental, kesatuan pandangan, dan tahan terhadap tekanan – tekanan yang terjadi.
c) Otonomi diri yang mencakup unsur – unsur pengatur kalakuan diri dalam / kelakuan – kelakuan bebas.
d) Memiliki persepsi mengenai realitas, bebas dari penyimpangan kebutuhan serta memiliki empati dan kepekaan sosial.
e) Memiliki kemampuan untuk menguasai lingkungan dan berintegrasi dengan baik.